Pelaku Fintech Urun Dana Harap OJK Tak Batasi Investor per Proyek
Sejumlah layanan urun dana (equity crowdfunding) melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi mengatakan, pembatasan jumlah investor dalam proyek urun dana jadi salah satu tantangan di industri fintech bidang equity crowdfunding.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 37 Tahun 2018, jumlah investor dalam satu proyek urun dana tidak boleh melebihi 300 pihak. Sementara total dana yang dihimpun dibatasi di angka Rp10 miliar.
"Kalau bicara semangat inklusivitas kan, kalau bisa (menggandeng) sebanyak mungkin investor, jadi nominalnya akan lebih kecil (per investor)," ujar Pramdana, Kresna Satya Prameswara, Kamis (9/5/2019) di Satrio Tower, Jakarta.
Baca Juga: OJK Dorong Fintech Kembangkan UMKM
Sebenarnya, aturan pembatasan investor itu berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Perusahaan yang memiliki pemegang saham di atas 300 adalah perusahaan publik, sehingga harus terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Mengenai hal itu, Kresna menyampaikan, "Ini bisa jadi kerja sama antara fintech equity crowdfunding dan bursa. Kami bisa berperan sebagai emiten Bursa Efek."
Pria itu pun mencontohkan sebuah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang perumahan (real estate) di Inggris sudah melakukan langkah itu. Emiten-emiten perusahaan yang dikumpulkan lewat urun dana itu kemudian dibawa untuk melantai di bursa.
"Jangan sampai dianggap akan disrupsi bursa efek karena ini kelasnya yang belum masuk ke penawaran umum. Lewat 300 (jumlah investor) juga tak masalah karena at the end of the day akan masuk ke bursa juga," tambah Kresna lagi.
Baca Juga: OJK "Berangus" 144 Fintech Liar
Senada dengan Kresna, CEO Alumnia, Agus Wicaksono pun berpendapat, pembatasan jumlah investor itu sedikit bertentangan dengan perkembangan sektor equity crowdfunding. Padahal, menurutnya, sektor itu berpotensi menciptakan kemandirian ekonomi dan membangun ekonomi digital tanah air.
Mantan konsultan senior di Chevron itu berujar, "Dengan adanya crowdfunding ini, lebih bisa meraih kemandirian ekonomi dan mengukuhkan ekonomi digital."
Co-Founder Likuid Kenneth Tali berharap, OJK dapat melihat perkembangan industri fintech equity crowdfunding. Dengan begitu, sektor pendanaan alternatif itu dapat maju.
"Harapannya OJK melihat perkembangan industri, cara main kami (player), supaya dunia pendanaan alternatif ini maju," imbuhnya.
Saat ini, ada delapan pemain equity crowdfunding yang terdaftar di Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) yang meliputi: Alumnia, Bizhare, Ethiscrowd, Likuid, Pramdana, Revit, Santara, dan Tavest.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh