Amerika Serikat (AS) dan China terkunci dalam perang dagang yang kian meningkat. Presiden AS Donald Trump telah mengeluhkan tentang praktik perdagangan China sedari ia belum menjabat pada tiga tahun lalu.
Melansir BBC, Kamis (16/5/2019), pada 2017, AS mengadakan penyelidikan atas kebijakan perdagangan China. Negara adidaya tersebut kemudian mengenakan pajak terhadap produk-produk China senilai miliaran dolar tahun lalu, dan Beijing pun membalas dengan cara yang sama.
Setelah berbulan-bulan bermusuhan, kedua negara tersebut kemudian sepakat untuk menghentikan pajak perdagangan baru pada Desember 2018 melalui musyawarah.
Rasa optimis telah tumbuh atas kesepakatan tersebut, akan tetapi hal itu telah memudar. Saat ini AS bahkan mengenakan lebih dari dua kali lipat pajak atas produk-produk China senilai US$200 miliar.
Beijing tidak tinggal diam, dan membalasnya tiga hari kemudian dengan kenaikan pajak atas barang-barang AS senilai US$60 miliar.
Baca Juga: Perang Dagang Makin Panas, Investor Paling Anti dengan Saham Perbankan, BCA Termasuk!
Pajak apa yang berlaku?
Tahun lalu, AS memberlakukan tiga putaran pajak atas barang-barang China senilai lebih dari US$250 miliar.
Kewajiban yang dikenakan mencapai 25%, yang mencakup berbagai barang industri dan konsumen, mulai dari tas jinjing hingga peralatan kereta api.
Beijing membalas dengan pengenaan pajak atas barang-barang AS senilai US$110 miliar, dan menuduh AS memulai "perang dagang terbesar dalam sejarah perekonomian".
China telah menargetkan pengenaan pungutan yang berkisar dari 5% hingga 25% atas produk-produk termasuk bahan kimia, batu bara, dan peralatan medis. Serta menargetkan produk yang dibuat di distrik AS dengan dukungan penuh untuk Partai Republik, dan juga barang yang dapat dibeli di tempat lain, seperti kedelai.
Setelah menyetujui gencatan senjata pada Desember, kedua belah pihak pun mulai berbicara. Tetapi pada Jumat, AS menaikkan pajak senilai US$200 miliar atas produk China menjadi 25% dari sebelumnya hanya 10%. China pun membalasnya tetapi para pejabat mengatakan bahwa kedua negara tersebut masih berbicara.
AS juga telah memulai proses untuk mengenai tambahan pajak sebesar US$300 miliar atas barang-barang Negeri Tirai Bambu itu.
Baca Juga: Perang Dagang Kembali Berkobar, Indonesia Wajib Perkuat Manufaktur
Mengapa pajak?
Pajak yang dikenakan pada barang-barang China, secara teori, membuat produk-produk buatan AS menjadi lebih murah daripada yang diimpor, dan mendorong konsumen untuk membeli produk Amerika. Hal itu dipandang sebagai taktik negosiasi dalam perang dagang.
Apa dampaknya sejauh ini?
Baik perusahaan AS maupun internasional mengatakan bahwa mereka sedang dirugikan. Kekhawatiran tentang eskalasi lebih lanjut pun telah mengguncang para investor dan juga menekan pasar saham.
IMF sendiri telah memperingatkan bahwa perang dagang sepenuhnya akan melemahkan ekonomi global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: