Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Transaksi E-Commerce TTI Tembus Rp3,5 Miliar

Transaksi E-Commerce TTI Tembus Rp3,5 Miliar Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Data Toko Tani Indonesia Center (TTIC) selama 2018 menunjukkan ada sebanyak 1.173 yang mengunduh aplikasi e-commerce TTI, baik petani, gapoktan maupun pengelola TTI.

Bahkan tahun lalu nilai transaksi e-commerce TTI mencapai Rp8,6 miliar, sedangkan tahun ini hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp3,5 miliar.

"Kami harapkan hingga akhir tahun nilai transkasi e-commerce akan lebih tinggi dari tahun lalu," ujar Manajer TTIC, Inti Pertiwi Nasywari melalui keterangannya, Senin (3/6/2019).

Inti yang juga Kepala Bidang Distribusi Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), mengatakan, saat ini aplikasi e-commerce TTI masih sebatas untuk komoditas beras. Namun, ke depan, pihaknya berencana mengembangkan untuk komoditas lainnya, seperti cabai dan bawang merah.

Baca Juga: E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen

Banyak keuntungan aplikasi ini. Bagi produsen, menurut Inti, lebih mudah memasarkan produknya. Sedangkan pengelola TTI mendapatkan kepastian barang. Sebab, dalam aplikasi e-commerce TTI ada pilihan seperti, waktu pengantaran barang, jenis moda transportasi, dan nomor kontak masing-masing (gapoktan dan pengelola TTI). "Karena ada nomor kontak, pengelola TTI dan gapoktan bisa saling bernegosiasi," ujarnya.

Keuntungan lainnya, menurut Inti, dapat terlihat transaksi yang sedang berjalan, baik yang sedang proses, sedang berlangsung maupun sudah selesai transaksinya.

Data TTIC, saat ini transaksi terbesar berada di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, dan Banten. Penjual terbesar ke TTI adalah Gapoktan Sedulur Bae di Tangerang, Banten, selanjutnya Kelompok Tani Wangi Mekar dan Mulya Tani, Bogor. Sementara TTI  yang pesanannya terbesar adalah Toko Sely di Tangerang dengan jumlah transaksi sebanyak 19 kali atau sebanyak 9,5 ton beras.

Meski e-commerce TTI mudah diaplikasikan, namun Inti mengakui, tidak semua petani (gapoktan) dan pengelola TTI melakukan transaksi. Di antara penyababnya adalah terbatasnya kemampuan petani menggunakan aplikasi tersebut.

Baca Juga: Diserbu Ribuan Warga, Transaksi di TTIC Capai Rp11,5 Miliar

"Karena itu kami terus melakukan sosialisasi cara penggunaan aplikasi TTI. Pelatihan pun kami lakukan terpisah antara pengurus gapoktan dan pengelola TTI," tuturnya.

Ke depan, Inti berharap, bukan hanya pengembangan e-commerce TTI B2C, tapi juga aplikasi B2B bisa menjalar ke wilayah lain, bukan hanya sebatas DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, tapi provinsi lainnya di Indonesia. Saat ini yang sudah mulai adalah Bali. "Semoga harapan itu bisa cepat terlaksana. Produsen, pengelola TTI dan konsumen pun senang," tukas Inti.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: