Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan penyatuan kalender hijriah mensyaratkan adanya dua hal yang harus disepakati bersama. Pertama, kesepakatan kriteria pada posisi hilal. Kedua, kesepakatan siapa pihak yang dapat otoritas melakukan isbat.
"Apa yang kita bersepakat hilal itu ada atau tidak ada atau tidak bisa dilihat,” ujar di Jakarta, Selasa (4/6/2019).
Sementera ini, kata Lukman, baru satu kriteria yang terpenuhi yaitu sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 2 tahun 2004 bahwa menteri Agama diberikan mandat untuk melakukan sidang isbat dengan berkoordinasi dengan MUI, ormas Islam, dan instansi terkait.
Baca Juga: Menteri Lukman: Usai Ramadhan, Kita....
Karena itu dalam waktu dekat MUI akan melakukan pertemuan dengan sejumlah pakar untuk membahas masalah penyatuan kalender hijriah tersebut dan akan difasilitasi oleh Kementerian Agama.
“Mudah mudahan kita bisa bersepakat berapa sebenarnya kriteria hilal yang bisa dilihat. Jadi kesamaan dalam kriteria,” imbuhnya.
Sehingga dengan adanya penyatuan kalander hijriah, Lukman berharap tidak ada lagi yang lebih dulu mengumumkan penetapan awal Ramadhan atau awal Syawal. Karena, pada prinsipnya semua pihak sudah bersepakat bahwa penetapan itu harus menggunakan dua metode, yaitu metode hisab dan metoda rukyat.
“Maka kita akan memiliki kesamaan dalam menentukan kapan satu Ramadhan, satu Syawal, dan satu Dzulhijjah,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: