Untuk Menguasai Teknologi, China Membuat 'Nasdaq' di Shanghai
Perusahaan-perusahaan China dan investor sedang mengantri untuk mengambil bagian di bursa teknologi Shanghai. Inilah gaya bursa Nasdaq Amerika Serikat (AS) yang ditiru oleh China.
Penyebabnya apa lagi kalau bukan perang dagang gaya Donald Trump yang mempermalukan Huawei di kancah bisnis global. Alhasil, muncul semangat patriotisme di dalam negeri untuk sama-sama membantu anak bangsa.
Hanya dalam waktu dua bulan sejak periode pendaftaran dimulai, 120 perusahaan – kebanyakan di industri seperti semiconductor, artificial intelligence dan biotek – sudah mendaftarkan diri, dengan total dana yang dibutuhkan US$16 miliar.
Sebagai perbandingan, nilai IPO di main board bursa Shanghai pada tahun lalu berhasil meraih dana US$11,7 miliar. Sementara di Shenzhen Exchange berhasil meraih US$8 miliar, menurut data dari Refinitiv, sebagaimana dikutip Reuters.
Baca Juga: China Beri Lisensi Komersial 5G, Realme Lakukan Hal Ini
Dari sisi investor, ada gerak cepat untuk membentuk mutual fund yang berfokus ke teknologi. Menurut China Regulatory Commission (OJK-nya China), saat ini ada 100 lembaga yang menunggu perizinannya disetujui.
Sejak 12 Mei, sudah diluncurkan 12 lembaga yang memang menargetkan papan bursa berbasis teknologi ini. Di mana masing-masing sudah mengumpulkan dana US$145 juta.
Sama dengan Nasdaq, di bursa ini perusahaan yang listing tidak harus sudah mempunyai profit. Asal tahu saja, bursa Sci-tech Innovation Board ini diluncurkan secara mendadak pada November 2018 lalu oleh Presiden Xi Jinping. Tampaknya bursa ini sebagai salah satu jalan bagi Beijing agar bisa menguasai teknologi inti, seperti misalnya chips, secara mandiri.
Baca Juga: Dihajar AS, China Membuat Special Bond Sendiri
Empat tahun lalu sebenarnya China sudah menayangkan visi “Made in China 2015”. Tapi, sejalan dengan meningkatnya eskalasi perang dagang dengan AS, tampaknya China harus mempercepat implementasinya.
“Perang dagang bukan hanya perkara China harus lebih banyak mengimpor kedelai atau mengurangi defisit perdagangan,” ujar Shi Donghui, direktur Capital Market Institute dari Shanghai Stock Exchange pada acara forum keuangan pada bulan lalu, setelah gagalnya pembicaraan antara AS dan China.
“Tapi ini perkara bagaimana menguasai jaringan supply chain dan teknologi inti,” tambahnya. Dia menambahkan bahwa kedua negara sekarang sedang bertarung mencari posisi yang terkuat di bidang ekonomi. Karena itu seluruh sumber daya manusianya kini sedang bekerja habis-habisan, 24 jam setiap hari, nyaris tanpa libur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: