Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

JK Sebut Maruf Amin Bakal Sulit untuk . . .

JK Sebut Maruf Amin Bakal Sulit untuk . . . Kredit Foto: Antara/Andi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyampaikan sambutannya dalam peringatan milad atau ulang tahun Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-44, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu 27 Juli 2019.

 

Dalam kesempatan itu, JK juga menyinggung bagaimana hubungan antara ulama dan umara atau pemimpin. Secara kebetulan, Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, adalah Wakil Presiden RI terpilih 2019-2024.

 

"Hubungan antara ulama dan umara sangat penting. Nanti Pak Maruf Amin nanti dari ulama menjadi umara? Atau dua-duanya gitu kan. Nanti sulit ini antara ulama dan umara bergabung bersama," kata JK, dalam pidato sambutannya.

 

Baca Juga: Abah Maruf Sebut JK Tetap Wapres, Kok Bisa?

 

Tidak dipaparkan lebih lanjut oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Memang hingga saat ini, walau sudah ditetapkan sebagai Wakil Presiden RI terpilih, Ma'ruf masih tetap menjabat sebagai ketua umum MUI.

 

JK juga memaparkan, sepak terjang MUI dan hubungannya dengan pemerintah. Yang menurutnya, kadang berjalan seiring, bahkan juga pernah MUI begitu keras terhadap pemerintah.

 

Era Ketum MUI H.Abdul Malik Karim Amrullah atau yang akrab disapa Buya Hamka, menurut JK adalah yang paling keras dalam memberikan nasihat atau masukan kepada rezim pemerintah saat itu. Dimana, rezim Orde Baru kala itu masih berkuasa.

 

Baca Juga: JK Ajak Prabowo Berjabat Tangan

 

"Sejak berdiri tahun 1975, seperti kita tahu di bawah ketua Buya Hamka dan seluruh ketua-ketua setelah itu, (MUI) telah memberikan banyak bimbingan kepada umat dan juga nasihat-nasihat kepada pemerintah, ada yang lembut ada yang keras. Terutama waktu zamannya awal-awal Pak Hamka, bagaimana kerasnya pandangan dan nasihat MUI," jelas JK.

 

Sikap Buya Hamka yang dimaksud JK, adalah ketika ia memilih mundur sebagai Ketum MUI setelah mengeluarkan fatwa haram mengikuti Natal. Mengingat, pada tahun-tahun itu, 1981, banyak instansi pemerintah yang merayakan Natal dan Lebaran bersamaan, karena agenda yang berdekatan.

 

Namun pemerintah melalui Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara meminta fatwa itu dicabut karena dianggap bisa mengusik kerukunan antara umat Islam dan Kristen. Tapi Hamka memilih mundur.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: