Usai Penembakan Massal di AS, Trump Dikecam Lawan Politiknya
Dalam sehari, sebanyak 29 orang tewas akibat penembakan massal di Ohio dan Texas pada akhir pekan lalu. Akibat insiden tragis itu, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump menjadi sasaran kecaman para bakal calon presiden dari Partai Demokrat untuk pemilu 2020.
Para lawan politik Trump dari Partai Demokrat menyalahkan retorika Presiden AS itu terhadap kaum minoritas dan para imigran yang mereka anggap telah menghasut kekerasan bersenjata di AS.
Presiden Trump dan rekan-rekannya dari Partai Republik dinilai gagal menerapkan langkah-langkah kontrol senjata api yang lebih ketat oleh sejumlah bakal calon presiden dari Partai Demokrat.
Penembakan massal di El Paso, Texas pada hari Sabtu (3/8/2019) di sebuah Walmart telah menewaskan 20 orang. Pihak kepolisian menduga serangan mematikan itu dimotivasi oleh kebencian mendalam terhadap orang-orang Meksiko, baik imigran legal maupun yang tidak, yang datang ke AS. Insiden ini disebut sebagai aksi teroris domestik. Pelakunya bernama Patrick Crusius, 21, sedang diselidiki terkait dugaan kejahatan rasial
Di hari yang sama hanya berselang 13 jam, penembakan massal terjadi di Dayton, Ohio. Pelaku penembakan, Connor Betts, setidaknya membuat sembilan orang tewas, sebelum akhirnya dia ditembak mati oleh polisi setempat.
Penembakan itu terjadi di tengah-tengah Trump dan para politisi Demokrat terlibat serangkaian serangan verbal. Trump selama beberapa pekan gencar menyerang empat politisi Kongres dari Partai Demokrat, yang semuanya dari komunitas kulit berwarna. Trump menyerukan para politisi perempuan itu dipulangkan ke asal mereka. Seruan itu dianggap sebagai serangan rasial.
Presiden Trump mengecam keras tindakan brutal yang menewaskan sekira 29 orang itu. Namun dirinya juga menyampaikan bahwa pihak-pihak yang terkait tidak layak diberi tempat di AS. Lebih lanjut, Trump juga berpendapat bahwa pemerintahannya telah melakukan banyak hal untuk memerangi kekerasan senjata, tetapi memang ada yang harus dilakukan lebih banyak.
"Membenci tidak punya tempat di negara kita," jelas Trump kepada wartawan.
Bakal calon presiden dari Partai Demokrat, Beto O'Rourke, mengatakan dalam wawancara di sebuah stasiun televisi pada hari Minggu (4/8/2019) bahwa ia percaya Trump adalah seorang "rasis". Menurutnya, retorika Trump tentang imigran dan pencari suaka ada di bagian untuk disalahkan atas serangan menghebohkan di Texas. Secara jelas, lanjutnya, Trump menebar benih-benih kebencian yang berbahaya.
"Siapa pun yang memulai kampanye mereka untuk kepresidenan dengan menyebut para pemerkosa dan penjahat imigran Meksiko; siapa pun yang, sebagai presiden, menggambarkan para pencari suaka di perbatasan AS-Meksiko sebagai serangan atau invasi atau binatang; siapa pun yang menggambarkan mereka yang tidak cocok dengan sebagian besar negara ini entah bagaimana secara inheren berbahaya atau cacat; menaburkan jenis ketakutan, jenis reaksi yang kita lihat di El Paso kemarin," kecam O'Rourke dalam program "Face the Nation" NBC, yang dikutip USA Today, Senin (5/8/2019).
Namun, Trump menyalahkan para pelaku penembakan itu sebagai pengidap penyakit mental.
"Jika Anda melihat kedua kasus ini, ini adalah penyakit mental. Mereka berdua benar-benar orang yang sangat, sangat sakit mental," kata Trump.
Bakal calon presiden dari Partai Demokrat sekaligus seorang Senator, Amy Klobuchar, menyatakan khawatir bahwa Trump berhasil membuat pernyataan pertamanya kepada para wartawan tentang serangan tanpa mengucapkan kata "senjata".
"Kami telah mendengar ini sebelumnya, dan dia bahkan tidak menyebutkan kata 'senjata'," tutur Klobuchar kepada CNN.
Klobuchar mengatakan penyakit mental yang diidap AS adalah jenis penyakit yang umum diderita di dunia. Penggunaan senjata, tambahnya, sangat luar biasa menyeramkan.
"Saya akan mengatakan, tingkat penyakit mental Amerika Serikat mirip dengan tingkat penyakit mental di seluruh dunia, tetapi kami adalah negara yang melakukan penembakan massal dengan jumlah yang luar biasa tragis karena serangan senjata ini." tambah dia.
Partai Demokrat telah berusaha dan gagal mendorong pemerintah membuat kebijakan kontrol senjata yang lebih keras setelah beberapa penembakan massal selama dekade terakhir, termasuk tragedi di Virginia Tech University pada 2007 yang menewaskan 32 orang, serangan 2012 di Sandy Hook Elementary di Newtown, di mana 26 anak-anak dan guru dibantai, dan penembakan pengunjung konser Las Vegas tahun 2017 yang menewaskan 58 orang.
Penjabat staf Gedung Putih, Mick Mulvaney, pada hari Minggu menolak anggapan bahwa Trump belum menganggap masalah nasionalisme kulit putih sebagai masalah serius.
"Mereka sakit, orang sakit dan presiden tahu itu. Saya pikir tidak adil untuk mencoba dan meletakkan ini di bawah kaki presiden," ujar Mulvaney tentang dua pria bersenjata yang membantai 29 orang El Paso dan Dayton.
Bakal calon presiden lainnya, Senator Cory Booker dari New Jersey, tidak berbasa-basi dalam menyalahkan Trump.
"Dia bertanggung jawab karena dia memicu ketakutan, kebencian dan kefanatikan. Dia bertanggung jawab karena dia gagal mengutuk supremasi kulit putih dan melihatnya sebagai apa adanya, yang bertanggung jawab atas sejumlah besar serangan teroris. Dia bertanggung jawab karena dia adalah presiden Amerika Serikat dan telah gagal melakukan sesuatu yang signifikan untuk menghentikan ketersediaan senjata secara massal kepada orang-orang yang berniat melakukan kejahatan." Pungkas Booker.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: