Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lembar Baru Dunia Investasi Indonesia di Periode Kedua Jokowi

Lembar Baru Dunia Investasi Indonesia di Periode Kedua Jokowi Kredit Foto: Freepik
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia mengalami dua peristiwa yang cukup berdampak bagi perekonomian domestik di kuartal kedua 2019 yakni penetapan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 dan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) di bulan Juli 2019. Dengan kondusifnya politik dan ekonomi dalam negeri dan perlambatan ekonomi global, Indonesia makin dilirik oleh investor. 

 

Agar imbal hasil investasi nasabahnya makin optimal, Bank Commonwealth yang selalu terdepan dalam bisnis Wealth Management menggandeng Sucor Asset Management (Sucor AM) yang juga terdepan dalam Asset  Management untuk melengkapi produk-produk reksa dananya. Hal ini dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi nasabah.

 

Executive Director Charta Politika Yunarto Wijaya menyebutkan bahwa dengan ditetapkannya Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2019-2024 berakhir sudah pertarungan politik dengan kondusif. 

 

“Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana Jokowi (Joko Widodo) membentuk kabinet dengan dasar koalisi yang kuat agar berbagai kebijakan dan program berjalan lancar saat di parlemen serta menjaga stabilitas politik. Jika stabilitas politik terjaga, tentunya ekonomi pun akan stabil dan dapat menarik investor,” kata Yunarto dalam acara Press Conference Market Update 2019 dan New Synergy Bank Commonwealth and Sucor Asset Management, di Jakarta.

 

Baca Juga: Menakar Agresivitas Investasi dalam Pemerintahan Jokowi

 

Pada kesempatan yang sama, President Director Sucor Asset Management Jemmy Paul Wawointana menjelaskan terpilih kembalinya Joko Widodo pada Pilpres 2019 untuk periode kedua dan terakhir kali ini mengindikasikan bahwa arah alokasi spending pemerintah akan kembali pada arah yang lebih disukai pasar dibandingkan arahan spending yang nampak sepanjang tahun politik 2019.

 

Kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi adalah pemerintah akan lebih leluasa mengambil keputusan yang disukai pasar dibandingkan keputusan populis sehingga diyakini mampu untuk membangun optimisme investor yang lebih baik lagi.

 

Selain itu, kondisi market domestik sangat dipengaruhi oleh kondisi market global. Ketegangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang berlanjut terus semakin menekan volume perdagangan dunia dan berakibat pada perlambatan ekonomi global. 

 

“Hal ini menyebabkan ekonomi dunia tumbuh melambat, namun di satu sisi negara-negara berkembang akan mendapatkan keuntungan dari trade war ini. Dimana ekspor ke kedua negara tersebut akan naik dikarenakan perdagangan antar kedua Negara berkurang,” jelas Jemmy.

 

Baca Juga: Singapura atau Tiongkok Investor Asing Terbesar di Indonesia?

 

Kondisi perlambatan ekonomi global memberikan sentimen terhadap market domestik, salah satunya adalah penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25bps menjadi 5,75%. Jemmy memperkirakan penurunan suku bunga acuan ini akan akan berdampak baik terutama pada Obligasi dan Saham. 

 

“Apabila cost of fund dan deposito mencapai level yang sangat rendah tentu pasar modal menjadi lebih menarik walaupun dengan adanya resiko yang lebih tinggi, dan reksadana menjadi pilihan yang paling mudah untuk dimiliki,” tambah jemmy.

 

Beberapa hari lalu BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 5,05% secara tahunan. Sehingga pada dasarnya berbagai pengaruh global dan domestik yang terjadi di market masih bisa dikendalikan. Hal ini dapat dilihat dengan kondisi market global yang cukup positif dengan terkendalinya resiko-resiko yang ada.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: