WE.CO.ID - Hari-hari dimana perusahaan pemula (startup) yang berfokus pada teknologi dan inovasi menjadi satu-satunya perubah pasar (market disrupter) dan tumbuh lebih pesat daripada kompetitornya yang lebih besar dan mapan akan segera berakhir, bersamaan dengan memulainya perusahaan besar memanfaatkan ukuran, kemampuan, dan skala besar mereka untuk mentransformasi diri menjadi bisnis digital yang sejati, menurut laporan dari Accenture (NYSE: ACN).
Accenture Technology Vision 2014 mengidentifikasi enam tren teknologi yang memungkinkan sejumlah perusahaan besar untuk bergabung dengan perusahaan startup yang sebelumnya dikenal sebagai market disrupter dalam mendorong batas-batas inovasi serta memanfaatkan teknologi digital untuk meraih manfaat kompetitif. Laporan tersebut mengemukakan bahwa sejumlah perusahaan terkemuka tengah mengembangkan strategi digital yang mengangkat mobilitas, analitik, dan komputasi awan untuk memperbaiki proses bisnis, meraih keuntungan dari real-time intelligence, memperluas batasan dari tenaga kerja tradisional, serta mentransformasi manajemen dan penggunaan data.
“Kami menyaksikan sejumlah perusahaan besar – yang dibekali oleh sumber daya, skala, dan dorongan untuk membangun kembali diri mereka melalui transformasi digital – meraih kembali kepemimpinan pasar mereka,” menurut Paul Daugherty, chief technology officer, Accenture. “Perusahaan terkemuka mengadopsi digital untuk mendorong proses mereka menjadi lebih efektif dan mentransformasi bagaimana mereka memasuki pasar, berkolaborasi dengan mitra, melibatkan konsumen, serta mengatur transaksi. Digital segera menjadi bagian dari susunan DNA operasi mereka, dan sejumlah perusahaan ini mempersiapkan diri untuk menjadi pemain utama bisnis digital di masa depan.”
“Para pelaku bisnis di Indonesia, yang selama ini melakukan adopsi inovasi dengan cukup cepat akan mampu mengikuti perubahan-perubahan ini,” kata managing director Accenture Indonesia, Hendra Godjali, “Berbagai pengakuan terhadap kecepatan dan kemampuan mereka akan menjadi bukti transformasi yang terjadi.”
Enam tren TI yang diidentifikasi sebagai pendorong pergeseran kekuatan digital adalah:
Digital-Physical Blur – Mendorong batas intelejensia: Dunia riil telah berpindah ke ranah online dengan hadirnya perangkat yang dapat dipakai (wearable device), serta perangkat dan mesin pintar yang menyediakan real-time intelligence, mengubah cara kita menjalankan kehidupan sehari-hari dan mengoperasikan bisnis. Lapisan baru connected intelligence ini menambah kapabilitas tenaga kerja, mengautomatisasi proses, dan menginkorporasi mesin dalam kehidupan kita. Bagi konsumen, hal ini memberdayakan mereka ke tingkat yang lebih tinggi, sementara bagi organisasi, mendapatkan data yang relevan dan bersifat real-time berarti baik mesin maupun karyawan dapat bertindak dan bereaksi lebih cepat dan lebih cerdas dalam segala situasi. Dalam bidang perawatan kesehatan misalnya, Koninklijke Philips N.V. menjalankan aplikasi percontohan Google Glass™ yang memungkinkan dokter untuk secara bersamaan memonitor tanda-tanda vital pasien dan menanggapi perkembangan prosedural operasi, tanpa harus mengalihkan perhatian dari pasien maupun prosedur.
From Workforce to Crowdsource – Bangkitnya perusahaan yang tak memiliki batas: Bayangkan sebuah angkatan kerja yang tidak hanya meliputi karyawan dari suatu perusahaan semata, melainkan terdiri atas setiap individu yang memiliki minat terhadap pekerjaan tersebut, yang terkoneksi melalui internet. Teknologi memungkinkan organisasi untuk memanfaatkan kumpulan sumber daya yang
tersebar luas di seluruh penjuru dunia, seperti yang dilakukan perusahaan seperti MasterCard Incorporated dan Facebook Inc. melalui organisasi seperti Kaggle Inc., sebuah jaringan global yang terdiri atas pakar komputer, matematika, dan pengolahan data yang berkompetisi untuk memecahkan masalah yang berkisar mulai dari menemukan perusahaan penerbangan terbaik sampai bagaimana mengoptimalkan lokasi toko retail. Menggunakan cara tersebut untuk mencapai tujuan bisnis menghadirkan tantangan tersendiri, namun kesempatan yang tersedia sangat menjanjikan: mendapatkan angkatan tenaga kerja yang besar dan responsif, yang tidak hanya mampu memecahkan beberapa masalah bisnis paling rumit yang saat ini ada, tetapi juga, dalam banyak hal, tergerak untuk melakukannya secara cuma-cuma.
Data supply chain – Mengubah penanganan data demi memperluas sirkulasi informasi: Teknologi data berkembang dengan pesat, namun sebagian besar dari mereka diadopsi secara sedikit demi sedikit. Akibatnya, masih banyak data perusahaan yang belum dimanfaatkan dengan baik. Dewasa ini, hanya satu dari lima organisasi yang telah mengintegrasikan data ke seluruh perusahaan1. Untuk dapat sepenuhnya memanfaatkan nilai potensial data, perusahaan harus mulai memperlakukannya lebih sebagai rantai pasokan, memungkinkan manfaat dan kemudahannya untuk menyebar ke seluruh perusahaan, dan pada akhirnya seluruh ekosistem.
1 “Journey Toward Analytics ROI,” Accenture, February 27, 2013
2 High Performers in IT: Defined by Digital,” Accenture, 2013.
Harnessing Hyperscale – Perangkat keras telah kembali (tidak pernah pergi), masih tetap menjadi perhatian utama: Dunia perangkat keras merupakan ladang basah bagi inovasi seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap pusat data yang lebih besar dan cepat. Kemajuan di bidang seperti konsumsi energi, processers, solid state memory, dan arsitektur infrastruktur memberikan perusahaan kesempatan baru untuk memperbesar skala, meningkatkan efisiensi, menekan biaya, dan memungkinkan sistem untuk memberikan performa di tingkatan yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Bersama dengan proses digitalisasi bisnis mereka, akan semakin banyak yang melihat perangkat keras sebagai bagian utama dari gelombang pertumbuhan mereka.
Aplikasi Bisnis – Perangkat lunak sebagai kompetensi utama dunia digital: Meniru pergeseran di ranah konsumen, sejumlah perusahaan dengan cepat mengadopsi aplikasi dalam rangka mendorong respons operasional yang lebih cepat. Berdasarkan riset Accenture, 54% dari tim TI berperforma tertinggi telah menempatkan toko-toko aplikasi perusahaan2, memfasilitasi pergeseran menuju aplikasi modular yang sederhana bagi karyawan. Pemimpin TI dan bisnis harus memperjelas peranan setiap pihak dalam pengembangan aplikasi di organisasi digital mereka, mengingat tekanan terhadap perubahan didorong oleh bisnis itu sendiri. Mereka juga harus mentransformasi proses pengembangan aplikasi itu sendiri, agar dapat segera merasakan manfaat dari teknologi baru, mendukung iterasi perangkat lunak reguler, sebelum pada akhirnya mengakselerasi pertumbuhan bisnis.
Ketahanan Arkitektur – “Tahan kegagalan” merupakan mantra bagi bisnis yang bergerak tanpa henti: Di era digital, bisnis diharapkan untuk dapat memenuhi tuntutan tanpa-henti yang dibebankan kepada proses, layanan, dan sistem mereka. Hal ini memberikan efek riak ke seluruh organisasi, terutama kepada jabatan CIO dimana kebutuhan atas infrastruktur yang selalu siap sedia berseberangan dengan prinsip “business as usual” dan brand value yang menipis. Perusahaan seperti Netflix, Inc., yang menggunakan peralatan penguji otomatis yang dengan sengaja menyerang sistemnya sendiri demi meningkatkan daya tahan sistem tersebut, merupakan yang terdepan di bidang TI saat ini. Sejumlah perusahaan ini memastikan bahwa sistem mereka didesain dan dibangun untuk menghadapi kegagalan, memanfaatkan teknologi modular, serta proses pengujian tingkat tinggi, dan bukannya mendesain sesuai spesifikasi.
“Tren-tren utama ini disimpulkan berdasarkan perkembangan yang telah kita lihat selama beberapa tahun ini,” lanjut Daugherty. “Tahun lalu, kami menyatakan bahwa setiap bisnis merupakan bisnis digital, baik disadari oleh pemimpinnya atau tidak. Dewasa ini, kami melihat bahwa teknologi digital menguasai setiap
lapis bisnis yang berperforma tinggi. Menyadari dampak pergeseran teknologi kepada prioritas strategis dan operasional organisasi di seluruh dunia, kami meyakini bahwa ada kesempatan emas bagi setiap eksekutif C-level untuk menjadi digital disruptor – demi menemukan dan mendefinisikan kembali bisnis mereka agar dapat mencipatakan manfaat kompetitif yang bertahan lama.”
Selama hampir 15 tahun, Accenture melakukan pengamatan sistematis pada lanskap perusahaan demi mengidentifikasi tren TI yang sedang berkembang yang memiliki potensi terbesar untuk menggoncang bisnis dan industri. Untuk informasi lebih lanjut mengenai laporan tahun ini silakan kunjungi www.accenture.com/technologyvision atau ikuti perbincangan di Twitter dengan tagar #TechVision2014.
Tentang Metodologi
Accenture Technology Vision dikembangkan setiap tahunnya oleh Accenture Technology Labs. Untuk laporan tahun 2014, periset dan pakar Accenture mengembangkan hipotesis mengenai perkembangan teknologi informasi yang mereka harapkan akan memberikan dampak signifikan bagi bisnis dalam tiga sampai lima tahun ke depan. Accenture juga mempergunakan sejumlah teknik kolaborasi sosial dan crowdsourcing untuk mengumpulkan masukan dan saran dari ribuan karyawannya. Sumber lain yang digunakan untuk laporan tersebut antara lain tren yang diidentifikasi oleh sejumlah analis industri, tema dalam konferensi, literatur akademis, dan riset original Accenture mengenai karakteristik organisasi TI berperforma tinggi.
Foto: Accenture
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fadjar Adrianto
Editor: Fadjar Adrianto
Tag Terkait:
Advertisement