Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Buset!! 168 ASN yang Terjerat Korupsi Belum Dipecat

Buset!! 168 ASN yang Terjerat Korupsi Belum Dipecat Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta melakukan aktivitas pada hari pertama masuk kerja usai libur Idul Fitri di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) gedung Balaikota, Jakarta, Kamis (21/6). Pasca libur panjang dan cuti bersama Idul Fitri 1439 H, seluruh PNS Pemprov DKI masuk kerja kembali seperti biasa. | Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih terus mendorong penegakkan hukum bagi kepala daerah dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pelaksana Tugas (Plt.) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik mengatakan, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin dan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), untuk mendorong agar upaya penegakkan hukum bagi ASN bisa dilaksanakan.

"Memang fakta real yang ditemukan perbedaan data antara kami dengan BKN, terus terang ada beberapa perbedaan data, itu kita luruskan, tapi komunikasi yang sangat intens kita satukan, kita tetap progres secara paralel supaya penegakkan hukum tetap kita dorong,” kata Akmal saat pertemuan Penyelesaian Sengketa Hukum Bidang Otonomi Daerah Dalam Rangka Penegakan Hukuman bagi Kepala Daerah dan ASN yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Baca Juga: Ibu Kota Fix Pindah, MenPAN-RB Terbangkan Jutaan ASN ke Kalimantan

Kata Akmal, ada sebanyak 2.357 ASN yang harus dilakukan Pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH), 2.259 ASN berada di lingkup Pemerintah Daerah dan 98 orang berada di Instansi Pusat. Tercatat hingga 5 Agustus 2019, berdasarkan data penyesuaian, masih ada 168 ASN di tingkat instansi di Daerah yang belum diproses oleh Pejabat Pembina Kepegawai (PPK).

“Memang ada banyak faktor yang menyebabkan kurang lebih 168 orang, kalau saya tidak salah angkanya yang masih belum dilakukan pemberhentian tidak hormat PPK daerah. Rinciannya ada 10 PNS di lingkup provinsi, PNS pemerintah kabupaten/kota 139 orang, PNS di kota 19 orang, total semua kurang lebih 168 orang," sambungnya.

Angka itu, menurut Akmal sudah mencapai progres yang cukup bagus, dari jumlah 2.345 ASN yang melakukan tindak pidana korupsi. Ia pun mengungkap ada beberapa kesulitan dalam memberhentikan ASN yang korupsi.

Baca Juga: Tjahjo Kumolo Ikutan Pamit, Kaya Ria Ricis?

“Angka ini sudah progres yang cukup bagus pertama angka kota jumlah pegawai kurang lebih 2.345, dan memang kami memahami tidak mudah melakukan ini karena kejadiannya sudah cukup lama, ada beberapa diantaranya kepala daerahnya sudah tidak ada lagi, ada beberapa ASN yang sudah meninggal dunia, ada yang sudah pensiun, mutasi, dan sebagainya,” jelas Akmal.

Ditambahkannya, penegakan hukum terhadap ASN yang melakukan pelanggaran seharusnya dilakukan oleh PPK di tingkat masing-masing. Sehingga kewenangannya berada pada PPK. Namun, persoalan yang dihadapi, tak mudahnya untuk mendorong PPK melakukan kewenangannya.

“Kita mengetahui bersama UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN itu mengatakan yang diberi otoritas memberikan sanksi kepada ASN yang telah terbukti melanggar adalah PPK. Untuk di tingkat Nasional, PPK-nya ada Menteri masing-masing atau Kepala Badan, untuk Provinsi yang menjadi PPK nya Gubernur, Kota/Kabupaten PPK nya di Walikota/Bupati, kewenangan itu ada PPK. Permasalahannya yang mendorong PPK ini tidak mudah, upaya itu yang terus kita lakukan,” ungkapnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat Putusan yang memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk percepatan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah Inkrach kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sebagaimana putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut pemberhentian PNS tidak dengan hormat, adalah bagi mereka berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan seperti korupsi, suap, dan lain-lain.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: