Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pidato Soal ke Luar Negeri, Hasto: Jokowi Enggak Nyindir

Pidato Soal ke Luar Negeri, Hasto: Jokowi Enggak Nyindir Kredit Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai pidato kenegaraan Presiden RI Joko Widodo terkait studi banding dengan efektivitas anggaran bukanlah suatu sindiran. Hal tersebut disampaikan Hasto di sela peringatan kemerdekaan Republik Indonesia yang digelar PDIP di Lapangan Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Ya, itu bukan sindiran, namanya presiden kan memberikan arah. Tugas-tugas ke luar negeri harus didedikasikan untuk kepentingan strategis," katanya, di Jakarta, Sabtu (17/8/2019).

Baca Juga: Jokowi Puji-Puji Kinerja DPR, Katanya...

Kepentingan strategis yang dimaksudkannya, antara lain membangun visi, kesepahaman, kerja sama, semangat persaudaraan nasional dan internasional.  Menurut dia, kunjungan ke luar negeri tidak dilarang sepanjang penting untuk tugas negara dan kepentingan-kepentingan strategis bangsa.

"Jadi, ke luar negeri yang penting bukan untuk jalan-jalan. Ke luar negeri untuk tugas negara. Itu harus dikedepankan. Masukan, kritik akan diperhatikan PDIP," kata Hasto.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan kepada jajaran eksekutif dan legislatif agar lebih efisien menggunakan anggaran dalam melakukan studi banding. "Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone kita. Mau ke Amerika bisa lihat di sini," katanya sambil menunjuk ke ponselnya, dalam pidato kenegaraan pada Sidang Bersama DPD dan DPR RI di Gedung MPR RI Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Baca Juga: Dikritik Jokowi Hobi ke Luar Negeri, Anies Tak Peduli

Jokowi mengatakan, studi bisa dilakukan di Indonesia dan tidak harus ke luar negeri, sebab anggaran negara harus sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat. Oleh karena itu, ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah.

"Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, permen ataupun perda yang dibuat. Tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: