Direktur Eksekutif Government and Political Studies (GPS), Gde Siriana mengkritisi alasan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Menurutnya, alasan Presiden Joko Widodo memindahkan ibu kota negara Republik Indonesia ke Kalimantan seperti obat sakti untuk segala penyakit.
Sebelumnya, diketahui, Presiden Jokowi resmi mengumumkan lokasi untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta, ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
“Kepadatan penduduk, polusi udara, macet, ketimpangan ekonomi dijawab dengan satu keputusan pindahkan ibu kota,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (26/8/2019).
Baca Juga: Pak Jokowi, Masalah di Papua Tak Bisa Selesai dengan Infrastruktur
Baca Juga: Versi Jokowi: Jakarta Tak Bisa Lagi Jadi Ibu Kota
Lanjutnya, ia mengatakan pemindahan ibu kota bukan jawaban tepat. Sebab, kepadatan penduduk Jawa dapat dijawab dengan transmigrasi seperti dulu sukses di era Orde Baru.
Bahkan, ketimpangan ekonomi juga dapat dilakukan dengan relokasi industri-industri ke luar Jawa, sehingga ekonomi berkembang di luar Jawa.
“Masalahnya selama ini pemerintah tidak melakukan relokasi industri ke luar Jawa, sehingga konsentrasi manusia hanya di Jawa,” jelasnya.
Selain itu, terkait polusi udara dan banjir yang menghimpit Jakarta, bisa dilakukan solusi dengan memindahkan pusat administrasi pemerintahan ke luar Jakarta, yang beradius 25-30 KM dari Jakarta, seperti seperti Tangerang, Bogor, dan Bekasi.
“Sehingga koordinasi antar kementerian bisa terkonsentrasi satu wilayah, tetapi hubungan pemerintah dengan DPR dan pusat bisnis di Jakarta tidak jauh. Biaya jauh lebih murah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan jika sekarang ada alasan karena hanya sedikit pakai APBN, mengapa kemampuan untuk kumpulkan dana swasta ini tidak dipakai untuk bangun industri-industri yang sedang rapuh.
“Ini lebih prioritas,” ucapnya..
Satu contoh, Malaysia bangun Putrajaya untuk efisiensi dan efektivitas kerja & koordinasi kementerian. Tetapi tidak pindah ibu kota.
“Kualalumpur tetap sebagai ibukota dan pusat bisnis. Putrajaya yang hanya berjarak 25 km tetap digunakan sebagai akses bandara KLIA. Hemat dan efektif,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil