Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonomi Global Suram, Asean Masih Punya Harapan

Ekonomi Global Suram, Asean Masih Punya Harapan Sebuah karangan bunga berlogo ASEAN diletakkan dalam KTT ASEAN ke-30 di Manila, Filipina, Sabtu (29/4). Deklarasi ASEAN pada KTT ASEAN ke-30 membahas peran pelayanan publik sebagai katalisator untuk mencapai visi Masyarakat ASEAN 2025. | Kredit Foto: Antara/Rosa Panggabean
Warta Ekonomi, Jakarta -

Staf Khusus Menteri Perdagan Bidang Isu-isu Strategis Perdagangan Internasional, Lili Yan Ing hadir sebagai salah satu pembicara dalam the 12th Asean and Asia Forum (AAF) di Singapura, Jumat (29/8/2019) lalu.

Pada acara yang mengangkat tema The Sino-American Conflict and Asean: Surviving, Transforming, Suceeding tersebut, Lili mengemukankan tantangan perdagangan ekonomi dunia. Pertama, meningkatnya antiglobalisasi.

Di kawasan G20, dalam kurun waktu Oktober 2018 hingga Mei 2019, import restrictive measures meningkat 3,5 kali lipat dibanding rata-rata jumlah restrictive measures sejak Mei 2012.

"Measures tersebut terdapat pada US$355 miliar perdagangan dunia atau 18,2% dari total perdagangan dunia," beber dia melalui siaran pers, Senin (2/9/2019).

Kedua, sistem perdagangan multilateral (multilateral trading system) yang semakin lemah. Bila tidak ada pengangkatan anggota Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) yang baru, maka pada Desember 2019, DSB hanya beranggotakan satu anggota panel dan tidak dapat berfungsi.

Baca Juga: Hadapi Ketidakpastian Global, Asean Harus Makin Solid

"Ini berarti kita harus bersiap dengan peningkatan perdagangan bilteral dan perjanjian perdagangan bebas di kawasan (regional FTAs) dalam perdagangan dunia yang dikombinasikan dengan tindakan hukuman sepihak (punitive unilateral actions)," jelas Lili mengingatkan.

Di samping itu, Lili juga menjelaskan, Uni Eropa (UE) adalah aspirasi, tetapi bukan contoh acuan bagi Asean. Asean tidak akan membentuk serikat pabean (custom union) persatuan moneter (Monetary Union), seperti halnya EU karena adanya kesenjangan tingkat pembangunan.

"Sebaliknya, Asean menjadikan diri sebagai penghubung untuk kegiatan produksi (production hub) yang dapat memberikan kemudahan aliran barang, modal, dan tenaga kerja terampil," imbuhnya.

Saat yang bersamaan, Asean bukanlah suatu kawasan ekonomi yang self contained. Asean masih bergantung pada permintaan akhir dari EU dan AS, serta sumber modal dan teknologi dari Jepang dan Korea Selatan.

Maka, Asean saat ini berkonsentrasi mempererat kerja sama ekonomi di Asia Timur dengan bekerja keras agar Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) selesai secara substansi akhir tahun ini.

"Saat ini Indonesia bersama negara-negara Asean, Jepang, China, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru berupaya keras merampungkan perundingan RCEP di akhir tahun ini. RCEP adalah perjanjian perdagangan terbesar di dunia yang merepresentasikan 50% populasi dunia, 30% total perdagangan dunia, dan 28% investasi asing (FDI) dunia," ungkap Lili.

Baca Juga: Balas Dendam AS-China Tak Berkesudahan, Bikin Ekonomi Global Gak Karuan!

Lili pun menyampaikan, salah satu strategi utama Indonesia untuk mempertahankan ekonominya adalah dengan cara mereformasi agenda perdagangan dan investasi agar lebih terintegrasi dengan perekonomian dunia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri diprediksi sebesar 5,2% untuk tahun ini dan 5,3% untuk dua tahun ke depan. Angka ini jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang sebesar 4,4%.

"Indonesia akan terus melanjutkan pertumbuhan ekonomi berbasis ekspor dan investasi," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: