Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Jabar menolak rencana pemerintah pusat menaikan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2020 mendatang.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Jabar dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), Hasim Adnan menilai, dalih defisit keuangan BPJS Kesehatan, tidak lantas harus dibebankan kepada rakyat dengan menaikan iuran.
Kritik tersebut dikemukakan Hasim setelah mencermati banyaknya respon negatif dari masyarakat yang ditemuinya. Beberapa pertemuan informal yang dilakukan dan pengamatan terhadap pemberitaan terkait isu rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, hampir semuanya menolak dengan tegas.
"Saya melihat sesuatu yang wajar bila masyarakat menolak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan," katanya kepada wartawan di Bandung, Kamis (5/9/2019).
Baca Juga: Iuran BPJS dan Listrik Naik, Ini Kado Jokowi ke Pemilihnya?
Baca Juga: Iuran BPJS Tetap Naik, Istana: Kalau Sehat Murah, Bikin Orang Jadi Manja
Terlebih setelah menelaah laporan BPJS Kesehatan yang dirilis awal tahun 2019, bahwa secara keseluruhan program JKN-KIS (Jaminan Kesehatan justru memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia.
Pernyataan Hasim tersebut diperkuat dari hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI di tahun 2016, yang menunjukan bahwa kontribusi JKN-KIS terhadap perekonomian Indonesia di tahun 2016 sebesar Rp152,2 triliun dan di tahun 2021 bisa mencapai Rp289 triliun.
"Awalnya saya penasaran dengan laporan yang berkembang bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran. Lalu saya coba cari-cari referensi yang bisa memperkuat sikap masyarakat yang menolak kenaikan iuran. Nah, ternyata di situs BPJS Kesehatan, malah dikatakan bahwa Program JKN-KIS memberi kontribusi positif pada perekonomian Indonesia," papar Hasim.
Lebih lanjut, Hasim mengatakan, bila kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu dilakukan dalam rangka menutupi defisit anggaran yang diproyeksikan melambung menjadi Rp28,5 triliun pada akhir 2019 ini, maka pihak pengelola BPJS Kesehatan telah melakukan inkonsistensi dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Menurutnya, bila benar apa yang didalihkan Direktur Keuangan BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso, yang mengatakan bahwa salah satu penyebab lain terjadinya defisit keuangan adalah dikarenakan adanya sekitar 15 juta peserta menunggak pembayaran iuran.
"Rasa-rasanya engga fair, bila tunggakan 15 juta peserta BPJS Kesehatan harus ditanggung oleh semua peserta yang jumlahnya per bulan Mei 2019, sudah mencapai 221.580.743 Jiwa," jelas Hasim.
Sementara itu, Hasim juga menyoroti data peserta BPJS Kesehatan yang ternyata masih kacau. Pasalnya, berdasarkan pencermatan yang dilakukannya dan merujuk pada hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mengumumkan tahun 2018 lalu BPJS Kesehatan menunggak sebanyak Rp9,1 triliun. Tunggakan tersebut karena kurangnya masukan dari iuran para peserta dan adanya kejanggalan banyaknya peserta yang menggunakan NIK ganda.
Hasim juga merespon pernyataan Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’aruf, yang mengatakan bahwa sudah ada instrument regulasi yang disiapkan untuk mengantisipasi apabila dana jaminan sosial negatif, dengan beberapa opsi. Di antaranya, dengan menyesuaikan iuran, menyesuaikan manfaat atau memberikan suntikan.
"Meskipun nanti ada regulasi yang diterbitkan, sejatinya opsi penyesuaian iuran adalah opsi terakhir. Jadi saran saya, benahi dulu serapih mungkin, lalu tegakan disiplin membayar iuran kepada peserta, dan coba bikin reward bagi peserta yang aktif dan disiplin membayar iuran," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil