Di era industri 4.0, dimana perdagangan antar negara dapat dilakukan dengan mudah melalui berbagai marketplace yang ada, jiwa nasionalisme di tubuh anak bangsa harus ditegakkan. Hal ini guna membendung banjirnya barang impor dari berbagai negara di pasar Indonesia.
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Sutrisno Bachir mengatakan bahwa era digital memang menjadi keniscayaan. Tetapi hal ini jangan kemudian membuat anak bangsa menjadi silau dan ingin membuat marketplace semua seperti Bukalapak atau Tokopedia, dimana barang yang dijual justru barang dari luar negeri, seperti China.
“Jangan silau dengan industri 4.0, jangan semua ingin jadi seperti Bukalapak, harus ada yang memikirkan produksinya, industrinya,” ujar Sutrisno disela Seminar dan Workshop “Peningkatan Daya Saing melalui Internet of Things dan Implementasi Industri 4.0” di Surabaya, Selasa (10/9/2019) sore.
Baca Juga: KEIN Klaim Angka Kemiskinan Berkurang, Yakin?
Menurutnya, masyarakat Indonesia harus jeli dan berhati-hati dalam menyikapi era industri 4.0. Jika tidak, maka besarnya potensi sumber daya alam Indonesia yang sangat besar ini tidak akan memiliki added value yang besar bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Menurutnya ada dua kunci dalam memacu ekonomi nasional, yaitu tidak mudah melakukan impor dan tidak mengekspor bahan mentah
“Ada dua hal yang selalu menjadi keinginan pak Jokowi, membendung impor dan tidak mengekspor bahan mentah. Bahan mentah harus diolah dulu di dalam negeri agar memiliki nilai tambah bagi Indonesia,” tambahnya.
Untuk itu, generasi milenial harus memiliki semangat nasionalisme gaya baru, yaitu dengan memilih dan mengedepankan produk dalam negeri agar ekonomi Indonesia menjadi semakin kokoh. Menurutnya, generasi milenial saat ini sangat berpikir instan, bukan generasi yang mau bekerja keras seperti jaman dahulu. Mereka inginnya bekerja di tempat AC, nongkrong di tempat ngopi atau cafe.
“Nah ini millennial yang mana yang untuk kepentingan nasional kita. Jangan jadi millennial yang hobinya kerja di Starbucks atau Coffee Bean. Ini kopinya saja kopi luar negeri. Ini nasionalismenya tidak ada, kita tidak bisa seperti itu. Kita itu ada industri seperti Starbucks, itu harus didukung. Rakyat harus dididik seperti itu. Kita ini produsen kopi, kopi Gayo dan macam-macam, malah mereka belinya dari situ. Nah, generasi kita itu harus memiliki nasionalisme baru, bukan mengangkat senjata melawan penjajah tetapi melawan ekonomi dari luar,” tandasnya.
Sementara dari sisi penguatan industri, Ketua Umum Kadin Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan bahwa perkembangan persaingan pasar produk-produk hasil olahan industri manufaktur baik domestik maupun internasional yang semakin ketat, memaksa industri nasional untuk meningkatkan daya saingnya.
Upaya-upaya peningkatan daya saing industri manufaktur nasional telah dilakukan Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan fasilitasi, akan tetapi diperlukan kemampuan industri manufaktur itu sendiri untuk meningkatkan daya saingnya perlu terus didorong. Salah satu upaya terkini yang semestinya diperlukan serta sejalan perkembangan teknologi IoT (Internet of Things) adalah implementasi Industri 4.0.
"Dengan Implementasi Industri 4.0, diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri manufaktur Jawa Timur, baik Industri Manufaktur Kecil, Menengah dan Besar. Kami yakin, bilamana Industri manufaktur kita telah mengimplementasikan Industri 4.0 secara optimal, akhirnya akan meningkatkan daya saing produk-produk industri olahan Jawa Timur," tegas La Nyalla.
Untuk itu kata La Nyalla dukungan Pemerintah, baik dari sisi kebijakan maupun fasilitas dan kemudahan bagi industri manufaktur yang telah mengimplementasikan Industri 4.0 menjadi keharusan agar dunia usaha lebih mampu bersaing dan memenangkan persaingan global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil