Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mahfud MD Bilang Revisi UU KPK Bisa Dimentalkan di MK

Mahfud MD Bilang Revisi UU KPK Bisa Dimentalkan di MK Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD setuju kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus punya kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal itu mengacu adanya tersangka yang tak kunjung diputuskan kepastian status hukumnya oleh KPK, bahkan hingga yang bersangkutan meninggal dunia.

Baca Juga: Mahfud MD Sarankan Jokowi Temui Pimpinan KPK

"Masa orang (jadi) tersangka terus tanpa jelas nasibnya, sampai mati jadi tersangka, enggak boleh dicabut karena terlanjur ditetapkan tersangka lalu buktinya enggak ada," kata dia.

Sementara, mengenai pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), yakni pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K), Mahfud menilai hal itu tidak perlu buru-buru ditolak.

Menurut dia, Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) pegawai-pegawai yang bukan hakim agung maupun hakim konstitusi juga seluruhnya berstatus ASN.

Presiden kan mengatakan penyidik dan penyelidik itu tidak harus polisi dan tidak harus jaksa, kan bagus. Boleh orang independen tapi independen inipun harus ASN, artinya masuk ke proses pelembagaan. Kelembagaan masuk kan tidak apa-apa, tapi tetap independen," kata dia.

Meski begitu, berdasarkan prosedur yang ada, menurut dia, RUU KPK sebaiknya ditunda pembahasannya hingga periode baru yang akan datang.

Ia menyangsikan, DPR RI Periode 2014-2019 dapat membahas secara optimal mengingat masa kerja mereka akan segera berakhir pada 1 Oktober 2019.

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Perundang-Undangan, DPR RI harus melakukan dengar pendapat publik, RUU harus masuk Prolegnas, dilanjutkan pandangan umum di fraksi-fraksi lalu presiden juga diberi waktu 60 hari untuk membahasnya.

"Kalau semua berjalan normal itu cacat formal, itu bisa dibatalkan oleh MK. Kalau cacat formal ya, saya pernah membatalkan yang seperti itu, tapi cacat formal atau tidak, itu kalau jadi perkara di MK, nanti yang menilai MK bukan saya di sini," kata Mahfud.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: