Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Malaysia Lebih Pilih Rehabilitasi Pengguna Narkoba karena...

Malaysia Lebih Pilih Rehabilitasi Pengguna Narkoba karena... Kredit Foto: Foto/Istimewa
Warta Ekonomi, Kuala Lumpur -

Pemerintah Malaysia lebih memilih merehabilitasi pengguna narkoba daripada harus memenjarakannya. Usulan itu disampaikan Menteri Hukum Liew Vui Keong karena melihat penjara di negara itu terlalu sesak karena didominasi narapidana kasus penggunaan narkoba.

Liew Vui Keong menjelaskan, seperti yang diwartakan ABC News pada Senin (16/9/2019), usaha itu mendapat dukungan kabinet dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohammad.

 

"Pengguna narkoba tidak perlu dipenjarakan, mereka memerlukan perawatan medis," kata Liew.

Ide yang dicetuskan Liew tidak sembarangan sebab ia merujuk pada penuhnya penjara di Malaysia. Sekira 56 persen di antaranya adalah narapidana narkoba.

Tidak ada yang bisa menjamin setelah dipenjara akan kembali normal. Bahkan sebagian besar di antara napi narkoba itu, selepas dibebaskan mereka melakukan pelanggaran lagi.

Baca Juga: PM Malaysia Ungkap Penyebab Masyarakat Suku Melayu Masih Miskin

 

"Dalam penelitian, kami menemukan bahwa 90 persen di antara mereka akan kembali ke penjara, karena tidak bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat," katanya.

Menurut Liew, mereka cenderung melakukan hal yang sama karena mereka sulit mendapat pekerjaan normal.

"Mereka tidak bisa mendapat pekerjaan, sehingga punya kecenderungan untuk melakukan pelanggaran lagi," imbuhnya.

Hukuman bagi kepemilikan narkoba di Malaysia merupakan salah satu yang terberat di dunia.

Kepemilikan 200 gram kanabis, 40 gram kokain, atau 15 gram heroin atau morfin sudah masuk dalam pelanggaran, dan pelakunya bisa dijatuhi hukuman mati.

Menteri Liew Vui Keong mengatakan meski tidak lagi menghukum pengguna narkoba, bukan berarti pengedar narkoba akan dibebaskan dari hukuman.

Dari laporan ABC, seorang pria Malaysia di sebuah pertokoan yang tidak lagi digunakan sedang menggunakan heroin yang dibelinya dengan harga Rp30 ribu. Pria tersebut sudah keluar masuk penjara selama 29 kali.

"Polisi sudah tidak mau menangkap dia lagi, karena begitu seringnya dia keluar masuk penjara," kata Yatie Jonet, yang mendampingi ABC.

Sebagai mantan pengguna narkoba, Yatie sendiri pernah dipenjara dua kali dan justru di dalam penjara kecanduannya makin parah.

"Saya lebih banyak tahu bagaimana menjual narkoba. Saya tahu pengedar besar," katanya.

Menurut Professor Adeeba Kamarulzaman, Dekan Fakultas Kedokteran University of Malaya di Kuala Lumpur, perang melawan narkoba gagal untuk mengurangi tingkat pengguna.

"Perang melawan narkoba gagal dan sudah menciptakan banyak dampak kesehatan dan sosial yang negatif," katanya.

Yang paling parah, tambah Adeeba, adalah dari sisi kesehatan karena bisa menyebabkan HIV dan Hepatitis C bagi mereka para pengguna.

 

"Dari sisi kesehatan ini telah menyebakan epidemik HIV dan Hepatitis C. Dan mereka yang masuk penjara, semakin banyak yang terkena TB," tutur Adeeba.

Pemerintah Malaysia mengubah pendekatan mereka dalam menangani masalah narkoba, setelah 40 tahun lebih menerapkan hukuman terberat bagi para pelanggar.

 

Nurul Izzah Anwar, politisi partai berkuasa Pakatan, yang mendorong usaha tersebut mengatakan melihat pengguna narkoba sebagai seseorang yang menderita penyakit merupakan hal yang penting.

Pemerintah Malaysia menyediakan unit mobil methadone yang menjadi bagian dari upaya membuat pengguna narkoba tidak lagi dianggap sebagai tindak kriminal serius.

“Jadi bagaimana kita memulai gerakan ini? Bagaimana kita mulai menanamkan kesadaran? Dilakukan lewat masjid. Dilakukan lewat rumah ibadah," kata Nurul.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: