Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Donal Fariz menilai proses pengesahan Revisi UU 30/2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau RUU KPK oleh DPR RI pada Selasa (16/9) siang ini tidak sah.
Sebab, menurutnya banyak kursi kosong dalam rapat paripurna tidak bisa disebut kuorum karena anggota dewan yang hadir hanya 80 orang.
"Enggak kuorum, sebenarnya kuorum itu dia disiasati oleh DPR melalui tatib, dia bisa isi presensi bisa juga headcount (anggota hadir), kalau kita lihat di headcount saja itu jauh dari kata kuorum 80 orang itu, masa undang-undang yang menyangkut pemberantasan korupsi itu hanya disahkan dan diikuti oleh kurang dari 15 persen orang di ruang DPR RI," katanya kepada wartawan, Selasa (17/9/2019).
Baca Juga: Cuma 80 Anggota DPR yang Hadiri Pengesahan UU KPK, Istana: Sudah Final
Baca Juga: Revisi UU KPK Disahkan DPR, Jawaban Laode M Syarif Bikin Lemas
Lanjutnya, ia juga menyebut pengesahan RUU KPK ini sebagai catatan buruk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini catatan terburuk bagi sejarah Jokowi, dimana lembaga pemberantasan korupsi ini akhirnya tumbang dan lumpuh karena kewenangannya dipreteli," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan hal ini tidak seharusnya dibahas karena akan memancing emosi masyarakat.
"Kita hanya memancing emosi masyarakat saja kalau membahas ruang paripurna. Memang kenyataannya ruang paripurna begini," ujarnya, saat memimpin pembahasan II RUU Sumber Daya Air, di Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
Lanjutnya, ia mengatakan wartawan keliru kalau melihat paripurna sebagai objek foto. Sebab, di ruang paripurna itu substansinya adalah apakah wakil rakyat setuju atau tidak terhadap undang-undang baru.
"Mau 500 orang yang ambil keputusan atau hanya 5 orang, hasilnya sama saja, sebab opsinya tinggal dua (setuju atau tidak)," cetusnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil