Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hati-Hati, Hina Presiden Bisa Diancam Bui

Hati-Hati, Hina Presiden Bisa Diancam Bui Kredit Foto: Rawpixel

Adapun Pasal 264: setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui sempat ada kekhawatiran beberapa lembaga semisal Komnas HAM, BNN, dan KPK terkait dengan pasal-pasal kontroversial. Namun dia memastikan pro-kontra yang muncul sudah bisa diselesaikan.

“Semua kami jelaskan dan yakinkan dengan baik, tidak akan terjadi. Baik (pasal) kesusilaan, penghinaan presiden, semua sudah dibahas tidak dalam satu hari. It’s almost four years. Kalau pakai cara berpikir ngotot-ngototan, sampai hari raya kuda tidak akan selesai dan kita akan terus pakai KUHP produk Belanda.Mau nggak? Di Belanda aja udah gak dipake,” ujar Yasonna seusai rapat kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Jakarta, kemarin.

Menteri dari PDIP ini pun mengungkapkan rasa leganya karena pembahasan RKUHP berlangsung empat tahun dengan berbagai kontroversi dan perdebatannya hingga akhirnya bisa dituntaskan.

Dia mengakui hasil yang diperoleh masih menimbulkan pro-kontra karena masyarakat Indonesia sangat heterogen dengan segala kompleksitas pandangan di dalamnya.

“Tapi inilah yang terbaik buat kita dan sudah diselesaikan dalam pembicaraan tingkat 1.Mudah-mudahan rencananya mau dibawa ke paripurna tanggal 24 September 2019,” katanya.

Dia menandaskan, KUHP ini merupakan warisan yang cukup besar untuk bangsa ke depan setelah sekitar 102 tahun bangsa ini menggunakan hukum warisan kolonial Belanda.

“Ini betul-betul hukum Indonesia,” katanya. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani juga memastikan pembahasan RKUHP ini sudah melalui banyak masukan. Banyak aspirasi dan pendapat dari berbagai kalangan masya rakat. “Kami telah mendengarkan. Sebagian besar apa yang disampaikan masyarakat telah terakomodasi dalam RKUHP ini,” katanya.

Soal adanya pasal yang mengatur soal penghinaan terhadap presiden yang berpotensi mengancam kebebasan berpendapat, Sekjen PPP itu mengatakan bahwa dalam KUHP yang ada sekarang, pasal penghinaan presiden memang sudah dibatalkan MK.

Dalam RUU KUHP sekarang, pasal tersebut merupakan tindak pidana biasa. Namun dia menyatakan DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang harus menetapkan politik hukumnya. “Apakah kita kemudian membiarkan orang bisa menghina presiden kita seenaknya? Ada majalah yang misalnya presiden kita digambar kayak pinokio dan segala macam,” katanya.

Sebagai pembentuk undang-undang, lanjut dia, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengatur agar demokrasi bisa berjalan dengan bagus dan sehat sehingga siapa pun tidak bisa dibiarkan seenaknya meng hina presiden.

“Nah kami pembentuk UU sepakat untuk tidak seperti itu. Kami sepakat untuk mengatakan harus tetap diatur supaya demokrasi kita, kritik kita sehat, tetap menjaga kultur kesantunan masyarakat kita. Tidak kemudian bisa mengata-ngatain presiden seenak perutnya,” katanya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: