Seminggu ke depan, pasar akan kembali fokus terhadap perkembangan diskusi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pasar menanti hasil pertemuan tahap awal yang dilakukan oleh negosiator kedua pihak sejak Kamis-Minggu.
“Pertemuan awal ini akan memberikan gambaran perkembangan negosiasi dagang kedua negara ke depannya,” ujar Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee, dalam keterangannya, Minggu (22/9/2019).
Kemudian, data ekonomi dari beberapa negara yang keluar minggu lalu menunjukkan data yang bercampur. Sebagian menunjukkan indikasi perlambatan ekonomi.
“Tetapi pasar mulai mempertimbangkan akselerasi ekonomi dunia menyusul banyaknya pelongaran kebijakan moneter oleh beberapa bank sentral,” ujarnya.
Di antaranya, pada minggu lalu pasar di warnai berita pelonggaran kebijakan moneter oleh beberapa bank sentral. Dimulai dari ECB yang menurunkan suku bunganya 10 bps dari minus 0.4% menjadi minus 0.5%. Kebijakan ini diikuti dengan pembelian obligasi sebesar 20 miliar euro per bulan mulai dari November 2019.
Kebijakan ini di harapkan mendorong laju perekonomian zona Euro dan mampu meningkatkan inflasi. Likuditas di industri keuangan pasti akan lebih longer dengan kebijakan ini.
Lalu, The Federal Reserve Amerika Serikat (Fed) melakukan kebijakan penurunan suku bunga 25 bps menjadi kisaran 1,75% sampai 2 %. Penurunan bunga diikuti dengan prediksi perekonomian AS masih tetap kuat dan inflasi masih terkendali di level 2%.
“Pasar saham dunia kecewa karena tidak ada indikasi penurunan lebih lanjut pada suku bunga. Dan dikhawatirakn penuruan ini adalah penurunan yang terakhir di tahun ini,” ujarnya.
Pasar punya harapan agar Fed dapat kembali melakukan penurunan suku bunga pada 11 Desember 2019. Hal ini yang membuat pasar saham kita terkoreksi setelah penurunan suku bunga Fed.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Kebijakan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, imbal hasil yang tetap menarik, serta sebagai langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
BI juga menyempurnakan pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah, melakukan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti sebesar 5%, uang muka untuk kendaraan bermotor pada kisaran 5%-10%, serta tambahan keringanan uang muka untuk kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan masing-masing 5%.
Ketentuan tersebut berlaku efektif sejak 2 Desember 2019. Kebijakan pelonggaran likuditas akan berpengaruh baik untuk perekonomian Indonesia, terutama pada sektor perbankan, properti, kendaraan dan multi finance. Tetapi di jangka pendek masih agak sulit mendorong ekpansi kredit akibat masih tingginya raiso LDR perbangkan.
"Pasar minggu ini kami perkirakan akan bergerak cukup mix dengan potensi positif dengan support di level 6.193 sampai 6.022 dan resistance level 6.282 sampai 6.318,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: