Sidang perdana gugatan pailit terhadap PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) yang diajukan oleh H Infrastructure Limited (HIL) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sekiranya digelar pada Kamis (26/9/2019) kembali tertunda.
Penundaan tersebut lantaran terdapat miss administration. Panitera PN Jakpus pun kembali menjadwalkan pelaksanaan sidang pada Kamis pekan depan.
Kuasa hukum BCK, Yanuar Aditya, dari AKHH Lawyers mengatakan pihaknya tidak keberatan dengan penundaan tersebut meskipun sebenarnya kedua pihak yang berperkara telah hadir di pengadilan. Menurutnya, gugatan yang diajukan HIL tersebut sebenarnya juga mengada-ngada. Sebab BCK merupakan perusahaan yang sehat secara keuangan dan tengah menangani sejumlah proyek infrastruktur nasional.
Salah satu bukti BCK perusahaan sehat adalah dengan telah membayar kewajiban-kewajiban BCK kepada para vendor yang memiliki tagihan yang sah berkaitan dengan proyek Karaha.
"Justru HIL yang sampai saat ini belum membayar tagihan dari vendor-vendor tersebut. Sedangkan kami telah menyelesaikan sesuai porsi kami," ujar Yanuar di PN Jakarta Pusat, belum lama ini.
Baca Juga: Sidang Perdana Kasus Pailit BCK Kembali Ditunda
Justru, lanjut Yanuar, dengan mengajukan gugatan ini, HIL seolah ingin membebankan kewajiban-kewajibannya itu kepada BCK. Seperti diketahui, dalam proyek Karaha, kedua perusahaan ini melakukan joint operation (JO) di mana HIL melalui representative office (HIL RO) memegang porsi 70%, sedangkan BCK 30% untuk pengerjaan onshore project dari proyek panas bumi Karaha, di Jawa Barat.
"Pengerjaan proyek Karaha mengalami kerugian dan keterlambatan karena ketidakmampuan HIL membuat desain yang tepat dan konsisten dengan desain awal," kata Yanuar.
Desain adalah lingkup dari offshore project dan itu sepenuhnya tanggung jawab HIL. "Sesuai ketentuan purchase order dari Alstom, segala perubahan yang menimbulkan risiko biaya termasuk yang terjadi akibat penundaan proyek dan perubahan akibat desain adalah tanggung jawab HIL," tambahnya.
Tanpa kepastian desain yang diminta oleh BCK, HIL RO selaku leader yang seharusnya mengajukan klaim terlebih dahulu ke HIL dan membuat addendum kontrak, memaksakan melaksanakan pekerjaan berdasarkan desain baru yang belum lengkap. Yang akhirnya dalam perjalanannya mengalami banyak perubahan dan mengakibatkan membengkaknya biaya.
Pembengkakan biaya ini seharusnya menjadi tanggung jawab HIL, namun para vendor sudah terlanjur mengerjakan, menagih pembayaran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: