Jejak Kosmetik Putri Kerajaan Korea Abad XVIII, Sudah Dikenal dan Digunakan
Korea Selatan bisa dibilang sekarang telah sukses mengukuhkan diri sebagai salah satu kiblat dunia industri kecantikan di dunia. Jika ditarik sejarahnya, hal ini tidak lah mengagetkan. Sebab, ternyata sejak lama wanita Korea telah mengenal kosmetik.
Tepatnya sejak abad ke-18, Putri Kerajaan Korea ternyata sudah mengenal dan menggunakan kosmetik. Hal ini diketahui karena adanya penemuan langka barang-barang pribadi dari salah seorang putri kerajaan Korea di abad ke-18.
Dengan penemuan langka barang-barang pribadi sang Putri, budaya akan makeup tradisional di Korea yang hilang, seperti di bagian lain di Asia, dengan masuknya kosmetik modern dari Barat bisa dijelaskan.
Baca Juga: Startup Kosmetik Milik Mantan Tim Grab dan Uber Raih Pendanaan Baru, Nominalnya Hingga . . . .
Putri kerajaan yang dimaksud ialah Putri Hwahyeop, anak perempuan dari Raja ke-21 di zaman Dinasti Joseon, Raja Yeongjo. Putri Hwahyeop kala itu menikah dengan Shin Gwang-su, anak dari kaum bangsawan pada 1743 ketika dirinya baru berusia 11 tahun. Namun sayangnya sang Putri meninggal di usia 19 tahun karena jatuh sakit.
Penemuan langka barang-barang pribadi sang Putri, yakni kosmetik terungkap setelah makam dari pasangan suami-istri (Putri Hwahyeop- Shin Gwang-su) ditemukan pada 2015. Makamnya ditemukan oleh seorang petani di daerah Namyangju sekitar 22 kilometer dari Seoul bagian utara.
Di dalam makam sang Putri, ditemukan porselen miniatur dan wadah kayu. Barang-barang lain yang ditemukan di situs itu termasuk batu yang mengidentifikasi makam itu sebagai Puteri Hwahyeop dan sebuah tulisan batu nisan yang ditulis oleh sang Raja yang meratapi kematian putrinya.
Tidak hanya itu, sebuah kotak lain yang terbuat dari semen kapur ditemukan di dekatnya. Kotak ini diketahui berisi alat-alat kosmetik seperti cermin perunggu dan kotak kain bersulam, tinta gambar alis, sisir dan 12 buah porselen miniatur dan wadah kayu.
Kontainer kosmetik yang ditemukan di dalam makam sang Putri, dihiasi dengan dekorasi berbagai motif. Mulai dari motif pohon pinus, naga, dan bunga-bunga mulai dari bunga lotus, krisan, teratai, azalea, prem dan bunga peony.
Para peneliti mempublikasikan rincian temuan tersebut pada sebuah seminar internasional di National Palace Museum of Korea di Seoul yang dihelat pada November 2019 ini, yang menarik para ahli tidak hanya dari Korea Selatan, tapi juga Cina, Jepang dan Prancis.
Disebutkan oleh Lee Han-hyung dari Korea National University of Cultural Heritage, sejatinya penemuan langka ini telah memberikan kesempatan untuk bisa melihat sedikit seperti apa budaya kosmetik di zaman dinasti Joseon di abad ke-18.
“Kami mengkonfirmasi, bahwa lebih dari dua abad sebelumnya, leluhur kamu telah menggunakan kosmetik fungsional untuk beragam tujuan. Contohnya air dan krim untuk mencuci wajah, foundation, pemutih, pemerah pipi dan perona pipi. Nenek moyang kita juga mengandalkan berbagai kosmetik sebagai cara untuk menunjukkan harga diri dan martabat mereka, seperti yang kita semua lakukan sekarang," ujar Lee Han-hyung, seperti dikutip Southchinamorningpost, Senin (11/11/2019).
Sebuah analisis dari penemuan yang dilakukan di makam Putri Hwahyeop menunjukkan bahwa setelah mencuci wajah, para wanita di zaman dinasti Joseon akan menggunakan miansu (air yang mempercantik wajah) sebagai pelembap. Setelah itu. mereka menggunakan myeonyak, yakni obat wajah yang digunakan sebagai pelindung kulit, dan minyak kulit. Bahkan beeswax, juga kadang-kadang digunakan sebagai masker wajah.
Setelah kulit sudah dipoles dengan baik, tahapan selanjutnya ialah mengaplikasikan rouge dan bedak wajah, langkah ini disebut Jibun. Kata Jibun juga digunakan sebagai sinonim untuk kosmetik pada waktu itu, yang menurut peneliti menunjukkan penggunaan makeup telah menyebar luas.
Menariknya, satu dari sekian kontainer kosmetik yang ditemukan berasal dari Bunwon, tempat pembakaran resmi dinasti Joseon era 1395-1910. Sementara 11 kontainer lainnya adalah barang Jingdezhen dari Tiongkok dan barang Arita dari provinsi Hizen di Jepang.
Residu dalam wadah menunjukkan krim wajah dan salep telah diproduksi dengan mencampur lilin lebah dengan bahan lain. White power yang digunakan untuk foundation dan memutihkan wajah diproduksi dengan mencampurkan cerussite (white lead ore) dan talcum dalam jumlah yang sama.
Sedangkan lipstik dan perona pipi dibuat dari cinnabar (sulfida merkuri) yang mana sekarang tidak lagi digunakan karena dianggap sebagai racun alias toxic.
“Kaum wanita di zaman dahulu memiliki hasrat yang sama untuk bisa terlihat menarik seperti kaum wanita di zaman sekarang, tapi mereka dahulu terpapar bahan beracun karena kurangnya pengetahuan ilmiah untuk mengujinya," ungkap Zhang Wanping, profesor kosmetik dui Shanghai Institute of Technology.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: