Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

2020, Tahun Krisis bagi Industri Penyulingan Minyak

2020, Tahun Krisis bagi Industri Penyulingan Minyak Kredit Foto: Reuters/Desmond Boylan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Organisasi Maritim Internasional (IMO) menetapkan aturan baru. Mulai 1 Januari 2020, kapal-kapal harus menggunakan bahan bakar rendah sulfur. Artinya, high sulphur fuel oil (HSFO) harus diganti dengan low sulphur fuel oil (LSFO). Namun, perusahaan penyulingan tidak melihat adanya ledakan permintaan LSFO.

Spesifikasi bahan bakar baru tersebut ditetapkan untuk memberi kejutan melalui seluruh rantai pasokan di industri pengiriman, dari produsen minyak mentah ke penyuling, pedagang, pengirim hingga konsumen akhir. Kebijakan bahan bakar rendah sulfur sebetulnya dapat menciptakan pasar baru yang berlimpah.

Industri penyulingan di seluruh dunia berencana meningkatkan produksi bahan bakar yang sesuai aturan akhir tahun ini. Mereka mengharapkan rezeki nomplok dari efek aturan IMO dalam beberapa bulan ke depan sebelum peraturan berubah.

Baca Juga: Ladang Minyak Baru Iran dan Penalti dari AS

Menurut aturan baru IMO, kapal harus menggunakan 0,5 persen atau lebih rendah bahan bakar sulfur. Kecuali jika kapal telah menginstal scrubber, sistem yang menghilangkan sulfur dari gas buang yang dipancarkan bunker sehingga dapat terus menggunakan HSFO alias solar.

Namun, permintaan bahan bakar rendah sulfur berkurang, padahal pasokannya mencukupi. Menurut analis di Wood Mackenzie, hal itu disebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global serta ketidakpatuhan pengirim, yakni sekitar 10 persen untuk 2020.

Rusia termasuk negara yang akan menunda implementasi aturan IMO di perairan teritorialnya, termasuk sungai. Karena minyak negara itu berkadar sulfur tinggi. Namun, Rusia tetap mematuhi aturan di perairan internasional. Hal itu dikatakan Menteri Energi Alexander Novak kepada Bloomberg.

 

Menurut Kepala Analisis Minyak WoodMac, Alan Gelder, industri pelayaran termasuk konsumen terbesar HSFO, sebesar 3,5 juta barel per hari. Sementara pabrik penyulingan di seluruh dunia menyediakan very-low sulfur fuel oil (VLSFO) sebanyak 1,5 juta barel per hari yang sangat sesuai dengan IMO.

Artinya, masih akan ada permintaan HSFO dari kapal-kapal yang telah memasang scrubber dan pengirim nakal. Sekitar 1 juta barel per hari dari permintaan bahan bakar laut akan digunakan untuk marine gasoil (MGO) yang mirip dengan diesel, menurut WoodMac.

CEO for Supply and Trading Bagian Timur di BP, Sharon Weintraub mengatakan, VLSFO lebih murah daripada MGO. Tetapi pelanggan konservatif masih memilih MGO.

"Pasokan VLSFO tampaknya lebih besar dari yang diperkirakan," kata Matt Stanley, seorang broker minyak dengan StarFuels di Dubai, dikutip Reuters, Senin (11/11/2019).

Baca Juga: Pentagon: Penghasilan Ladang Minyak Suriah Bukan untuk AS

Dengan pasokan bahan bakar yang relatif memadai, perusahaan penyulingan tidak melihat ada ledakan margin penyulingan yang mereka harapkan awal tahun ini.

Penyimpanan LSFO di sekitar pelabuhan bunker utama dunia, Singapura, malah menumpuk, padahal 2020 sudah di depan mata. Akhir Oktober, 7,3-7,5 juta ton LSFO dan blendingstocks tersimpan di penyimpanan terapung di atas 29 supertanker lepas pantai Singapura. Angka tersebut, menurut analis Refinitif, naik dari 7 juta ton pada awal Oktober.

Begitu juga yang terjadi di Jepang. Menurut S&P Global Platts, perusahaan penyulingan Jepang siap memasok LFSO. D sisi lain, produksi dan pasokan HSFO terus ditingkatkan. Karena Jepang belum melarang pemakaian air dari scrubber loop terbuka di pelabuhan.

Dalam Laporan Pasar Minyak September, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan bahwa perlambatan perdagangan membebani permintaan bahan bakar minyak dan memungkinkan peralihan ke bahan bakar yang sesuai IMO. Maret lalu, IEA memperkirakan akan terjadi kekurangan gasoil sekitar 200.000-300.000 barel per hari tahun depan.

"Kurang dari empat bulan tersisa sebelum aturan dimulai, kami percaya pasokan pasar minyak akan lebih baik," kata IEA.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: