Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

UHC Terlalu Berat buat APBN, Baiknya Libatkan Swasta

UHC Terlalu Berat buat APBN, Baiknya Libatkan Swasta Dialog Kebijakan tentang Pembiayaan Inovatif untuk Mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) yang berkelanjutan di Indonesia. | Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Baru-baru ini Kaukus Kesehatan DPR RI bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan menghelat Dialog Kebijakan tentang Pembiayaan Inovatif untuk Mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC) yang berkelanjutan di Indonesia.

Dialog tersebut digelar juga untuk mempelajari sejumlah praktik terbaik internasional tentang pembiayaan inovatif di sektor kesehatan.

Dalam kegiatan tersebut terungkap, UHC masih menjadi tantangan bagi banyak negara di seluruh dunia saat ini. Setengah dari populasi dunia bahkan tidak mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan dasar. Pencapaian atas UHC juga merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yang menunjukkan kesehatan dan kesejahteraan yang baik.

Baca Juga: Jawab Tantangan Revolusi Industri 4.0, Pelayanan Kesehatan Butuh Inovasi

Di Indonesia sendiri, biaya untuk mencapai UHC meningkat secara bertahap seiring berjalannya waktu yang tentunya akan menjadi beban bagi anggaran pemerintah di masa mendatang.

Menjangkau semua pihak di sektor informal untuk bergabung dengan JKN (untuk UHC) melalui pemberian subsidi secara penuh atas premi akan sangat mahal bagi anggaran pemerintah.

Meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular maupun kronis juga akan menantang kemampuan pemerintah untuk menyediakan semua layanan kesehatan bagi setiap orang.

Perlu dicatat bahwa dalam beberapa pertemuan dan dengar pendapat dengan pemerintah, Komisi IX DPR RI telah menyerukan opsi untuk mengatasi defisit yang membengkak dari UHC di Indonesia. Termasuk merekomendasikan pemerintah untuk mempertimbangkan dan menilai penggunaan model pembiayaan inovatif.

Salah satu pembiayaan inovatif itu adalah partisipasi sektor swasta dan non-pemerintah. Swasta dinilai memiliki potensi unutk menjadi akselerator pembiayaan dan implementasi UHC dan SDGs yang berkelanjutan, bilamana dikoordinasikan dengan sejumlah tujuan kesehatan nasional.

Sehingga ke depannya, perhatian pemerintah pada berbagai skema pembiayaan inovatif dan pengembangan praktik-praktik terbaik juga diperlukan untuk mengutamakan keterlibatan sektor swasta dalam implementasi UHC dan SDGs.

Sawan Malik, Presiden Direktur PT Johnson & Johnson Indonesia, perusahaan swasta yang mensponsori dialog tersebut, mengatakan, perusahaan yang dia pimpin, saat ini telah bekerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait untuk memastikan pihaknya dapat mengembangkan dan memberikan solusi terintegrasi serta berbasis bukti untuk perawatan kesehatan.

Menurutnya, keberlanjutan sudah menjadi perhatian utama perusahaan untuk membantu mencapai tujuan kesehatan nasional di Indonesia.

"Kami percaya sektor swasta dapat menjadi akselerator pembiayaan dan implementasi UHC. Kami mendukung Pemerintah Indonesia dalam upaya mencapai tujuan kesehatan nasional dan memahami bahwa hal ini akan membutuhkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan, termasuk para donor, organisasi nirlaba, sektor swasta, dan publik," ujar Sawan.

UHC juga didefinisikan sebagai jaminan bahwa semua orang memiliki akses ke layanan kesehatan yang diperlukan, mencakup layanan kesehatan preventif, kuratif, dan rehabilitasi, dengan kualitas yang cukup untuk menjadi efektif, sekaligus memastikan orang tidak mengalami kesulitan keuangan ketika membayar layanan ini. UHC telah menjadi tujuan utama reformasi kesehatan di seluruh dunia dan merupakan tujuan utama WHO.

Program jaminan kesehatan (JKN) di Indonesia merupakan program utama pemerintah yang mendorong kemajuan menuju UHC. Dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), program diluncurkan pada Januari 2014 dan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan 222 juta orang peserta JKN-KIS, program ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia.

 

Mengingat cakupannya yang luas dan sebagian besar merupakan kelas menengah ke bawah, BPJS Kesehatan telah menghadapi sejumlah kendala dalam operasinya.

Baca Juga: Niat Tagih Tunggakan, BPJS Kesehatan Siapkan 3 Ribu 'Debt Collector'

Mulai dari defisit secara terus-menerus hingga diskriminasi yang dihadapi pasien yang menggunakan skema BPJS Kesehatan, Indonesia masih berjuang untuk menyediakan perawatan kesehatan untuk seluruh masyarakat.

Jadi, Sawan menambahkan, dialog kebijakan itu juga bertujuan untuk mempelajari sejumlah praktik internasional terbaik tentang pembiayaan inovatif di sektor layanan kesehatan serta untuk mengidentifikasi sejumlah opsi yang dapat mengarah pada pengembangan model pembiayaan inovatif bagi Indonesia di masa mendatang, membawa sumber daya baru ke dalam sektor kesehatan, dan meningkatkan efisiensi maupun dampak dari layanan yang sudah ada saat ini.

"Diharapkan bahwa hasil dari dialog kebijakan itu, termasuk pembiayaan inovatif untuk mencapai UHC di Indonesia, akan dapat menjadi masukan untuk penyusunan Rencana Aksi Nasional SDGs 2020–2024," tutup Sawan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: