Plain Packaging Dinilai Berisiko Tinggi, Ancam Merek Dagang dan Pendapatan Non-Pajak
Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Wacana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai penerapan kebijakan penyeragaman kemasan rokok, atau plain packaging, kembali menghadapi penolakan. Kali ini, kritik disampaikan oleh pemerhati Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat melanggar hak merek yang sudah ada, berpotensi meningkatkan peredaran produk ilegal, serta mengurangi potensi penerimaan negara dari sektor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), Dwi Anita Daruherdan, secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana ini. Ia menjelaskan bahwa penyeragaman kemasan akan menghilangkan salah satu fungsi mendasar dari merek dagang, padahal fungsi tersebut telah diatur dan dijamin perlindungannya oleh undang-undang yang berlaku.
"Saya sih tidak setuju. Karena, plain packaging akan meniadakan merek dan hal tersebut akan menghilangkan fungsi merek pada kemasan rokok. Fungsi merek adalah untuk membedakan produk atau jasa sejenis yang diproduksi oleh pihak yang berbeda," ujar Dwi.
Baca Juga: Tolak Keras Ide Plain Packaging Produk Tembakau, Asosiasi Vape Nilai Kebijakan Itu Bermasalah
Ia mencontohkan industri makanan dan minuman yang sangat bergantung pada identitas visual. Tanpa merek, konsumen akan kesulitan membedakan produk dan kehilangan informasi penting dalam proses pengambilan keputusan.
"Bayangkan apabila semua produk ayam goreng cepat saji diharuskan menggunakan kemasan putih atau polos. Jadi nanti konsumen tidak memperoleh informasi, produk mana yang diinginkan," jelasnya.
Lebih lanjut, Dwi menekankan bahwa membangun merek adalah proses panjang yang membutuhkan investasi besar. Merek bukan hanya simbol, tapi aset bernilai tinggi yang menjadi jaminan kualitas dan kepercayaan konsumen.
"Memiliki merek yang dikenal di masyarakat, itu bukan hanya seperti menjentikkan jari atau mengedipkan mata, yang cling langsung dikenal. Semua melalui proses dan usaha yang tidak mudah," tegas dia.
Ia juga mengingatkan bahwa merek global yang sudah memiliki valuasi tinggi bisa kehilangan nilainya jika dipaksa menjual produk tanpa identitas visual.
"Bayangkan apabila saya memberikan Anda minuman soda cola tanpa merek. Apakah Anda akan bersedia meminumnya? Jadi nilai dari suatu merek itu adalah merupakan hal yang sangat penting yang harus dijaga dari waktu ke waktu," papar Dwi.
Baca Juga: Desak Kemenkes, Asosiasi Petani dan Serikat Pekerja Minta Rencana Plain Packaging Dibatalkan
Selain aspek HAKI, Dwi menyoroti potensi dampak terhadap peredaran rokok ilegal. Penyeragaman kemasan dinilai akan mempermudah pemalsuan karena tidak lagi ada desain yang kompleks dan dilindungi hak cipta.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa kebijakan ini juga bisa berdampak pada PNBP. Jika merek tidak lagi menjadi elemen penting dalam kemasan, insentif perusahaan untuk mendaftarkan merek ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) bisa menurun drastis.
“Padahal industri hasil tembakau selama ini merupakan salah satu kontributor pendaftaran merek terbesar di Indonesia,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement