Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) menginginkan penggunaan produk oleokimia di Indonesia semakin diperluas. Dengan demikian, produk yang dapat dihasilkan dari produk minyak nabati ini dapat menopang berbagai industri di Indonesia.
Untuk mewujudkan inisiatif itu, Apolin menyelenggarakan diskusi bersama Majalah Sawit Indonesia bertajuk Spektrum Pengguna Oleochemical di Industri Strategis yang digelar di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Diskusi yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) itu menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Prof. Erliza Hambali (Guru Besar IPB), Dr. Tatang Hernas (Dosen FTI ITB), Prof. Lienda Handojo (Dosen Teknik Kimia dan Teknik Pangan ITB), dan Abun Lie (Ketua Bidang Mutu dan Sertifikasi APOLIN), yang semuanya mengungkapkan berbagai produk yang dapat dihasilkan.
Baca Juga: Industri Oleokimia Butuh Keberpihakan Regulasi
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Erliza Hambali menjelaskan produk oleokimia sebagai contoh surfaktan dapat digunakan untuk kepentingan berbagai sektor industri strategis. Surfaktan sebagai senyawa kimia dapat menurunkan tegangan antarmuka, menstabilkan sistem emulsi, mengubah kebasaan, dan pembentukan busa.
Surfaktan dapat digunakan di lebih 18 sektor industri antara lain kosmetika, detergent, personal care product, cat, farmasi, karet, logam, perminyakan, fermentasi, material eksplosif, emulsi, produk pemadam kebakaran, metal, pengolahan air, energi lingkungan, sawit, makanan, plastik, pulp and paper, tekstil, konstruktif, dan agrochemical.
"Aplikasi surfaktan sekitar 63 persen dipakai untuk produk pembersih. Peluang penggunaan surfaktan sangatlah besar untuk industri lain. Apalagi, aplikasi surfaktan berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas manusia," jelas Erliza.
Sementara Dosen Senior Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung, Tatang Hernas, mengatakan keberpihakan pemerintah sangatlah diperlukan dalam mendorong industri oleokimia nasional. Ketika cadangan minyak bumi mulai habis, sebenarnya ada potensi dari minyak sawit untuk digunakan di sektor energi dan industri strategis.
Tatang mencontohkan, Indonesia memiliki produk bernama glycerine pitch yang bernilai tambah tinggi dan mengurangi dampak lingkungan. Produksi glycerine pitch di Indonesia mencapai 35 ribu ton per tahun yang dihasilkan dari proses produksi fatty alcohol. Jika diolah lebih lanjut, produk ini dapat dipakai untuk pengaspalan jalan.
"Tetapi, produk ini masih dikategorikan limbah B3 dan pelaku industri dikenakan biaya 400 dolar per ton untuk pembuangan. Kalau kategori B3 glycerine pitch diubah maka nilai tambahnya dapat dimanfaatkan," ujar Tatang.
Dosen Teknik Kimia dan Teknik Pangan ITB, Lienda Handojo, juga mengatakan produk oleokimia dapat digunakan untuk pakan ternak. Dia menjelaskan proses refining crude palm oil (CPO) akan menghasilkan sekitar 4% palm fatty acid distillate (PFAD). Produksi PFAD mencapai 1,6 juta ton pada 2018. Dari jumlah tadi, sekitar 1 juta ton dipakai untuk ekspor negara lain.
"PFAD berpotensi sebagai bahan baku pembuatan lemak kalsium yang berfungsi sebagai suplemen hewan ternak ruminansia," jelas Lienda.
Pemanfaatan PFAD untuk pakan ternak punya nilai tambah antara lain meningkatkan perolehan susu sebesar 5-8%, mempercepat kenaikan berat badan pasca-melahirkan, fertilitas dari sapi naik sekitar 23,6%, dan meningkatkan kadar lemak susu 0,2-0,3%. Dengan menggunakan PFAD dalam pakan ternak sapi maupun ayam, maka peternak memperoleh harga pakan terjangkau dan kenaikan pendapatan.
Terakhir, Ketua Bidang Mutu dan Sertifikasi Apolin, Abun Lie, menyebutkan peluang industri oleokimia tetap bagus pada 2020. Asalkan pemerintah memperkuat dukungan bagi industri ini karena bersifat padat modal dan teknologi. Pasar oleokimia juga dipengaruhi beberapa faktor seperti gaya hidup dan pertumbuhan populasi penduduk.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo