Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bappenas Sosialisasi GSDR, Indonesia Belum Capai Target

Bappenas Sosialisasi GSDR, Indonesia Belum Capai Target Kredit Foto: Lili Lestari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama PBB untuk Urusan Sosial Ekonomi (UNDESA) dan lembaga pemerintah Jerman GIZ mengelar sosialisasi mengenai laporan The Global Sustainable Deveopment Report (GSDR) di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (19/11/2019).

Para ilmuwan, perwakilan pemerintah, dan organisasi non-pemerintah di acara ini mendiskusikan tentang aspek-aspek kunci dan temuan-temuan dari 15 ilmuwan terkait perkembangan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Developments Goals (SDGs) di region Asia dan Pasifik.

Baca Juga: Mengintip Strategi SDGs 2030 bagi CPO Indonesia

“Buku laporan ini disusun oleh 15 scientist yang ditunjuk oleh Sekjen PBB pada akhir 2016. Kita diperintahkan untuk menyusun laporan dari perspektif scientist untuk membantu pemerintah masing-masing negara dalam pencapaian SDGs," kata Endah Murniningtyas, Co-Chair Independent Group of Scientists (IGS).

Endah mengungkapkan, berbagai laporan dari para ilmuwan menemukan bahwa jika negara-negara peserta GSSDR melakukan pencapaian SDGs dengan cara seperti yang dilakukan saat ini, hasil yang dicapai hanya 5 persen dari target. Sementara, pencapaian 10 persen baru dapat diraih jika ada upaya yang lebih besar dari setiap negara. Namun, jika tetap seperti itu, yang membahayakan adalah lingkungan.

"Karena lingkungan in the opposite direction. Meski kita mencapai pertumbuhan di pilar ekonomi atau beberapa di pilar sosial, tetapi di lingkungan berada di arah sebaliknya. Pertumbuhan tinggi tapi masih ada kebakaran, tingkat karbon tinggi sehingga terjadi pemanasan global, banjir, dan  kekeringan tiba-tiba," papar Endah.

Maka, kata Endah, pemerintah negara peserta harus melakukan transformasi, termasuk Indonesia. Diperlukan cara pandang dan pelaksanaan secara sistemik, yakni melaksanakan 17 SDGs secara sistem serta memilih kebijakan dan langkah yang memiliki co-benefit, bukan trade-off.

"Apa yang dilakukan di goal 1 akan berpengaruh pada goal yang lain. Kalau co-benefit nggak apa-apa. Namun, kalau trade-off, contohnya energi, produksinya dari fossil fuel yang tidak memperhatikan yang lain-lain, korbannya lingkungan. Jadi, kita harus melihat tidak hanya dari satu goal, melainkan pada sistem," terang Endah.

Transformasi yang harus dilakukan untuk mencapai SGDs, menurut para ilmuwan, adalah melalui enam entry point. Keenam entry point tersebut adalah human well-being and capabilities, sustainable and just economics, food system and nutrition pattern, energy decarbonisation and universal access, urban and pre-urban development, dan global environtmental common.

"Setiap negara berbeda-beda menggunakan entry point-nya," kata Endah.

Untuk melakukan transformasi tersebut, ada empat pengungkit, yakni governance, bagaimana peraturan mendorong SDGs; insentif, bagaimana menggunakan energi dll.; collective action, semua orang harus terlibat; serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan membantu masing-masing negara mengidentifikasi apa yang sesuai dengan negaranya.

"Para science juga harus bertansformasi, harus bisa membahasakan hal-hal yang kompleks kepada policy makers. Setelah workshop ini akan ada follow up, hal konkret yang akan dilakukan ke depan," kata Endah.

Indonesia merupakan salah satu dari 15 ilmuwan panelis IGS. Peluncuran GSDR diluncurkan pertama kali di Indonesia karena Indonesia merupakan negara besar di Asia Pasifik. Indonesia termasuk negara yang memasukkan TPB atau SDGs ke dalam setiap program pembangunannya. Bappenas merupakan koordinator tim TBP tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: