Isu impor cangkul yang belakangan ini ramai dibicarakan ikut menyita perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala Negara langsung memerintahkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki untuk mencarikan solusinya bersama stakeholders terkait agar kebutuhan cangkul dalam negeri bisa terpenuhi.
"Oleh karena itu, secara politik kemarin begitu, muncul cangkul itu di dashboard presiden negatif sekali. Jadi, saya bisa pahami kenapa pak presiden bisa mengangkat isu cangkul ini, sehingga minta saya untuk mengusut," kata Teten di kantornya, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Dalam kesempatan itu, Teten mengundang sejumlah perwakilan stakeholders untuk melakukan pertemuan bersama di kantornya. Turut hadir dalam pertemuan itu, dari Kementerian Perindustrian, perwakilan bank, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan LPDB-KUMKM.
Baca Juga: Cangkul Buatan UMKM Indonesia Lebih Baik dari yang Made In China! Tapi . . . .
"Kalau dari segi logika ekonomi, tidak apa-apa kita impor cangkul, mungkin lebih efisien ketimbang bikin sendiri, lalu bahan bakunya kita impor. Tapi ini soal simbol, kita sudah masuk era revolusi industri 4.0, cangkul saja kita belum bikin," tegas Menkop dan UKM.
Secara prinsip, Teten tidak setuju adanya kebijakan impor cangkul. Ia menyebut kebijakan impor sebagai simbol ketertinggalan. Karena itu, Teten meminta untuk dilakukan pemetaan kebutuhan cangkul, baik dari swasta maupun pemerintah, termasuk melakukan pemetaan terhadap kemampuan produksi.
"Ini kan industri 4.0 ketika dari pertanian berubah ke perdagangan dan industri itu kan alat-alat pertanian yang harus kita bikin sendiri. Nah, ini simbol ketertinggalan," ujar Teten.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kemenkop-UKM Victoria br Simanungkalit mengatakan, saat ini kebutuhan cangkul di dalam negeri sebanyak 10 juta cangkul, sementara kemampuan produksi dalam negeri mencapai 3 juta cangkul di mana 2,5 juta di antaranya diproduksi usaha besar, dan 500 ribu diproduksi UMKM.
"Data impor cangkul sendiri hanya sebesar 200 ribu cangkul. Menjadi pertanyaan, dari mana yang 6,8 juta itu, ada kemungkinan masuk dari jalur tikus (nonresmi)," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti