Karena itu, akibat monopoli dari hulu ke hilir ini, rantai pasok BUMN tidak efisien dan menjadi ajang pemborosan baru.
"Memang akhirnya, pengadaan itu diserahkan ke swasta. Tapi panjang. Sebab melalui anak dan cucu-cucu usahanya. Kenapa tidak langsung mother company-nya saja yang langsung tender ke swasta," ucapnya.
Menurutnya, dengan ditawarkan ke swasta, akan terjadi persaingan ketat dipihak vender atau calon supplier. Dengan demikian, BUMN akan mendapatkan harga yang kompetitif dan kualitas barang dan jasa yang bagus pula.
"Kita lihat di BUMN itu pemasoknya hampir tidak ada persaingan, ada penunjukan langsung karena anak dan cucu usaha atau tiba-tiba ada aturan anak usaha diminta bermitra dengan swasta. Padahal swasta bisa bersaing secara sehat memasok ke BUMN. Ruang-ruang ini tidak cukup sehat tercipta di BUMN," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan daya saing BUMN sangat lemah. Misalanya, profitabilitas BUMN sangat memprihatinkan. Tercatat, dari 142 BUMN, hanya sebagian kecil yang bisa dianggap memiliki profit dan punya kontribusi terhadap pendapatan negara. Laba BUMN sebesar Rp189 triliun, hanya 15 BUMN yang berkontribusi hingga 73 persen.
"Swasta itu kan 100 persen napas atau rohnya daya saing dan persaingan. Kalau BUMN, yang separuh napasnya sosial, bersinergi dengan swasta, marwah kompetitif itu akan tertransfer juga ke BUMN," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil