Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Krisis Muslim Uighur dan 10 Hal yang Harus Diketahui di Xinjiang

Krisis Muslim Uighur dan 10 Hal yang Harus Diketahui di Xinjiang Kredit Foto: ABC Australia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Postingan bintang sepak bola asal Jerman Mesut Ozil tentang situasi politik di Xinjiang di media sosial memicu tanggapan dari netizen. Mereka meluapkan kemarahannya kepada pihak pemerintah China karena telah menganiaya kelompok minoritas Muslim Uighurs.

Sebelum Ozil bersuara, perlakuan pemerintah China terhadap Muslim Uighurs juga telah menyita perhatian sejumlah lembaga hak asasi manusia (HAM) internasional dan PBB. Salah satu lembaga HAM internasional, Amnesty International, telah banyak mendokumentasikan situasi di Xinjiang selama beberapa tahun terakhir.

AI telah mewawancarai lebih dari 400 orang di luar China yang kerabatnya di Xinjiang masih hilang, serta orang-orang yang mengatakan mereka disiksa saat berada di kamp-kamp penahanan di sana.

Baca Juga: Gara-gara Ozil, China Batalkan Penayangan Laga Arsenal Vs Manchester City, Kenapa Ya?

AI itu juga mengumpulkan foto-foto satelit kamp dan menganalisis dokumen resmi China yang merinci program magang massal.

Inilah 10 hal yang sebenarnya terjadi di Xinjiang seperti dinukil dari Al Araby, Kamis (19/12/2019):

1. Kamp interniran massal
Diperkirakan satu juta orang yang mayoritas beragama Islam, seperti Uighur dan Kazakh, telah ditahan di kamp-kamp interniran di Xinjiang, barat laut China.

Namun Beijing telah berulang kali membantah keberadaan kamp tersebut, menggambarkannya sebagai "pusat transformasi pendidikan" sukarela. Tetapi mereka yang dikirim tidak memiliki hak untuk menentang keputusan tersebut.

2. Kondisi yang sulit
Kairat Samarkan termasuk di antara mereka yang dikirim ke kamp penahanan pada Oktober 2017, setelah ia kembali ke Xinjiang dari Kazakhstan. Ia memberi tahu AI bahwa ia berkerudung, dipaksa mengenakan belenggu di lengan dan kakinya, dan dipaksa berdiri dalam posisi tetap selama 12 jam ketika pertama kali ditahan.

Ia mengatakan para tahanan juga dipaksa untuk menyanyikan lagu-lagu politik dan menyanyikan "Hidup Xi Jinping" (Presiden China) sebelum makan atau menghadapi hukuman yang keras.

3. Tahanan didorong ke tepi jurang
Pihak berwenang memutuskan kapan tahanan telah "diubah". Mereka yang menolak atau gagal menunjukkan kemajuan yang cukup menghadapi hukuman mulai dari pelecehan verbal hingga kekurangan makanan, kurungan isolasi dan pemukulan. Ada laporan tentang kematian di dalam fasilitas, termasuk bunuh diri yang dilakukan oleh mereka yang tidak sanggup karena terus menerus mendapatkan penganiayaan.

4. Blackout informasi
Pihak berwenang China telah mengundang Mesut Ozil untuk datang ke Xinjiang dan "melihat-lihat" situasinya sendiri.

Ini adalah jebakan: pemerintah telah menyelenggarakan lusinan tur propaganda gaya-Potemkin untuk orang asing tanpa disadari sambil mencegah pakar independen PBB mengunjungi wilayah tersebut, melecehkan jurnalis asing dan menginstruksikan pejabat lokal untuk merahasiakan program penahanan massal.

5. Argumen 'Anti-teror'
Pemerintah China menggunakan argumen mencegah ekstrimisme agama dan apa yang mereka klaim sebagai kegiatan teroris untuk membenarkan tindakan ekstremnya. Sikap mereka terhadap etnis minoritas Xinjiang telah mengeras sejak serangkaian insiden kekerasan di Ibu Kota Urumqi pada 2009 dan serangan pisau di stasiun kereta api Kunming di China barat daya pada 2014.

Namun tindakan keras ini bukan sebuah pembenaran untuk menahan ratusan ribu orang dengan sewenang-wenang. Bahkan, para ahli PBB bulan lalu menyimpulkan bahwa kebijakan China di Xinjiang sebenarnya cenderung memperburuk risiko keamanan.

6. Ditangkap karena menumbuhkan jenggot
Penganiayaan terhadap Muslim Uighurs telah meningkat sejak sebuah peraturan disahkan pada 2017. Peraturan menyatakan seseorang dapat dicap ekstrimis karena alasan menolak menonton program TV publik atau memiliki janggut "abnormal." Mengenakan cadar atau jilbab, shalat, berpuasa atau menolak minum alkohol juga dapat dianggap ekstrimis di bawah peraturan tersebut.

7. Diawasi oleh Negara
Setiap orang di Xinjiang berisiko ditahan. Wilayah ini diselimuti dengan kamera pengintai dengan fitur pengenal wajah, yang didukung dengan penggunaan kecerdasan buatan dan mengumpulkan DNA massal. Pemeriksaan keamanan di mana-mana adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, dengan pihak berwenang mencari ponsel untuk konten yang mencurigakan.

Seseorang mungkin juga dicurigai melalui pemantauan rutin terhadap pesan yang dikirim pada aplikasi media sosial seperti WeChat. Syrlas Kalimkhan mengatakan dia menginstal WhatsApp di ponsel ayahnya dan mengujinya dengan mengirim pesan "Hai, Ayah." Kemudian, polisi bertanya kepada ayahnya mengapa ia memiliki WhatsApp di teleponnya. Dia kemudian dikirim ke "kamp pendidikan ulang".

8. Kerabat takut untuk berbicara
Sebagian besar keluarga tahanan mengaku tidak tahu dengan nasib mereka, sementara yang berbicara berisiko ditahan. Untuk menghindari kecurigaan seperti itu, warga Uighur memutuskan hubungan dengan teman dan keluarga yang tinggal di luar China.

Mereka memperingatkan para relasinya untuk tidak meneleponnya dan menghapus kontak orang luar dari aplikasi media sosialnya.

9. Masa lalu yang gelap
Kamp-kamp interniran tersebut adalah tempat pencucian otak, penyiksaan dan hukuman yang mengingatkan kembali pada saat-saat paling gelap di era Mao. Ketika itu, siapa pun yang dicurigai tidak loyal kepada negara atau Partai Komunis China dapat berakhir di kamp-kamp kerja paksa yang terkenal kejam.

Kelompok etnis minoritas Muslim di Xinjiang hidup dalam ketakutan permanen untuk diri mereka sendiri dan saudara mereka yang ditahan.

10. Pentingnya dukungan untuk Uighurs
Upaya China untuk memaksakan sensor yang kuat terhadap mereka yang memberikan dukungan kepada Muslim Uighurs di luar negeri harus ditentang.

Ozil telah mengambil sikap penting dalam berbicara untuk mendukung mereka yang menghadapi penganiayaan brutal di Xinjiang dan intervensinya telah meningkatkan kesadaran global akan salah satu krisis hak asasi manusia yang paling parah di zaman ini.

Sejumlah pihak atau bahkan negara berhak untuk tetap diam, tetapi hak Ozil atau pihak lain untuk kebebasan berekspresi harus tetap dipertahankan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: