Centris Minta Indonesia dan Negara Dunia Lainnya Ambil Langkah Tegas Selamatkan Kehidupan Beragama di Uighur dan Hui
Pemerintah China saat ini tengah mendapat sorotan tajam dunia, terkait program 'sinicization' minoritas muslim Uighur dan Hui untuk menjadi bagian dari suku Han (suku asli Tiongkok), yang terindikasi sangat dipaksakan oleh Beijing.
Program sinicization telah diterapkan oleh pemimpin Partai Komunis dan juga Presiden China, Xi Jinping, sejak tahun 2016.
Dalam pidato resminya kala itu, Xi Jinping mengatakan bahwa kelompok agama dan etnis minoritas dinegaranya, harus tunduk patuh serta menjunjung tinggi panji persatuan China.
Salah satu bagian dari program sinicization yang disorot dunia adalah tindakan Beijing menghancurkan masjid yang menjadi rumah ibadah utama Muslim Uighir dan Hui di China.
Presiden Xi Jinping memerintahkan otoritas pemerintahan setempat untuk melakukan pembongkaran sebuah masjid milik kelompok etnis Hui di desa Najiaying, provinsi Yunnan China.
Meski dihantui rasa takut, seluruh etnis minoritas Muslim Hui memilih untuk berhadap-hadapan dengan sedikitnya 1000-an petugas kepolisian bersenjata pentungan, saat mengawal alat-alat berat yang mencoba masuk dalam komplek masjid milik mereka.
Dalam video yang viral di media sosial, terlihat warga muslim Hui terlibat bentrok dengan pasukan polisi anti huru-hara yang memaksa memblokir pintu masuk ke masjid dan mendorong mereka dengan kasar.
Warga muslim Hui yang didominasi orang tua, wanita dan anak-anak ini hanya dapat membalas perlakuan kasar polisi China dengan berteriak, sambil melempar bekas botol plastik air ke arah polisi.
Merespons hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta pemerintah Indonesia dan negara-negara dunia lainnya agar mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan kehidupan beragama muslim Uighur dan Hui.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan langkah Beijing menghancurkan masjid dan tempat ibadah umat muslim Uighur serta Hui, adalah pelanggaran berat hak azazi manusia (HAM).
“Pertama, tindakan Beijing menghancurkan masjis adalah bukti sekaligus wujud nyata pelanggaran berat HAM yang dilakukan Beijing terhadap umat muslim di China,” kata AB Solissa lepada wartawan, Jum’at, (16/6/2023).
Berdasarkan data yang diperoleh CENTRIS dari berbagai media massa maupun media sosial menunjukkan bahwa Ini bukan kali pertama warga Muslim Hui berusaha melindungi masjid hingga berujung bentrok terlibat dengan pihak berwenang China.
Pada 2018, ribuan penduduk Hui di Ningxia melakukan aksi duduk selama tiga hari untuk mencegah pihak berwenang menghancurkan masjid yang baru dibangun.
CENTRIS menilai wajar jika negara-negara dunia khususnya Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, menilai tindakan Xi Jinping untuk menghapus agama dan bentuk kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa lainnya, di negeri tirai bambu.
"Banyak yang menilai langkah awal Xi Jinping ini bertujuan untuk membersihkan keyakinan agama warga negaranya, lalu memasukkan budaya tradisional Tiongkok dan nilai ateis yang menjadi pandangan Partai Komunis China,” jelas AB Solissa.
Muslim Uighur dan Hui merupakan dua minoritas Islam utama di Tiongkok, dimana etnis Hui disebut sebagai ‘muslim China’ di masa lalu.
Awalnya, Hui adalah salah satu dari 56 kelompok etnis yang diakui oleh China dan Yunnan telah menjadi rumah bagi sekitar 700.000 dari sekitar 11 juta muslim Hui di China.
Hui diyakini sebagai keturunan jauh pedagang Arab dan Persia, Hui telah berasimilasi dengan baik ke dalam masyarakat Tionghoa yang lebih luas yang didominasi oleh mayoritas etnis Han. Etnis Huo sebagian besar berbicara bahasa Mandarin dan hidup berdampingan dengan suku Han.
“Sayangnya, dari laporan berbagai media, disebutkan lebih dari dua ratus masjid di Yunnan dilaporkan telah kehilangan kubah dan menaranya,” ungkap AB Solissa.
Disisi lain, sebagian besar aktivis Hui mengatakan kelompok etnis mereka telah menjadi target terbaru dalam tindakan keras Partai Komunis China, yang mengincar kelompok atau siapapun pemeluk agama Islam.
Tindakan keras China ini telah dimulai di wilayah barat Xinjiang, tempat bermukimnya jutaan saudara muslim Hui, yakni Uighur.
Aktivis mengklaim pihak berwenang China telah meningkatkan upaya dalam beberapa tahun terakhir untuk membatasi praktik keagamaan muslim Hui, termasuk penutupan sekolah Islam, kelas bahasa Arab dan melarang anak-anak belajar dan mempraktikkan Islam.
“Jika di biarkan, nasib muslim Hui sama dengan jutaan muslim Uighur. Mereka bisa hilang dari peradaban dunia dengan cara-cara tidak beradap oleh Beijing. Satu kata, lawan!” Pungkas AB Solissa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement