Tahun 2019 tinggal menghitung hari, saat ini dinilai merupakan waktu yang tepat untuk mengevaluasi protofolio investasi apa sudah sesuai dengan tujuan keuangan yang ingin diraih.
“Jangan membiarkan volatilitas jangka pendek membatasi kita untuk berinvestasi, karena tidak melakukan investasi juga memiliki risiko,” Krizia Maulana, Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
Baca Juga: Return Tinggi Belum Tentu Aman, Bos! Ikuti Tips Investasi Ini
Pasalnya, sepanjang tahun ini atau sampai akhir November 2019, pasar saham Indonesia (IHSG) mencatatkan penurunan sebesar 2,95%. Kinerja pasar saham Indonesia, kalah unggul jika dibandingkan negara kawasan Asia lainnya.
“Ini disebabkan oleh pertumbuhan earning yang relatif lemah ditahun ini. Dari pasar obligasi, pasar obligasi Indonesia (BINDO) mencatatkan kenaikan sebesar 13,60% sampai dengan akhir November 2019. Hal ini didorong oleh imbal hasil real yield yang cukup tinggi, dan juga kebijakan moneter akomodatif bank sentral global,” tambahnya.
Sementara, Bank Indonesia (BI) sendiri pun di tahun ini sudah menurunkan suku bunga sebanyak empat kali. Rupiah bergerak relatif stabil, rata-rata perdagangan di tahun ini di kisaran Rp14.153 per dolar AS.
“Percepatan reformasi kebijakan, stabilitas politik dan perbaikan earning perusahaan diharap dapat mendorong sentimen investasi untuk pasar keuangan Indonesia,” terangnya.
Baca Juga: Bos Bursa Ingin Instrumen Investasi Ini Segera Meluncur ke Pasar
Salah satu tantangan bagi ekonomi Indonesia ke depannya, masih seputar defisit pada neraca berjalan. Khususnya di saat ini, ketika penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment (FDI) belum bisa menutupi atau membiayai dari defisit pada neraca berjalan ini.
“Untuk tahun 2020, pemulihan ekonomi Indonesia akan berjalan secara gradual. Diharapkan pemulihan ekonomi terjadi seiring meredanya ketegangan antara AS dan China. Pelonggaran fiskal yang relatif tidak terlalu agresif, mengingat defisit fiskal dibatasi dibawah 3% menyebabkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi juga relatif terbatas,” ucapnya.
Sementara, peningkatan daya saing, khususnya untuk area non komoditas menjadi sangat krusial untuk meningkatkan investasi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: