Data Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian mencatat terdapat sekitar 2,49 juta hektare lahan sawit rakyat yang terdiri atas 1,59 juta hektare lahan petani swadaya dan 0,9 juta hektare lahan petani plasma yang perlu di-replanting.
Proses replanting ini dilakukan dengan cara penebangan pohon sawit yang telah berusia 25 tahun dan kemudian dilakukan penanaman kembali. Sifat batang sawit yang volumetris dan tidak mudah terdegradasi di areal perkebunan menjadi masalah besar bagi pekebun rakyat dan seringkali langsung dibuang dan dibakar tanpa adanya pengolahan lebih lanjut.
Baca Juga: Simak, Yuk! Kisah Nyata Sawit Rakyat Swadaya di Jambi
Potensi total limbah batang sawit yang akan dihasilkan dalam proses replanting tersebut mencapai 330 juta pohon dengan nilai ekonomi yang belum diolah berkisar Rp12.000–Rp15.000 per batang atau sekitar Rp 1,8 juta/ha. Limbah batang sawit akan lebih bernilai ekonomis apabila diolah menjadi gula merah karena memiliki kandungan air nira yang hampir sama dengan tanaman aren.
Proses pengolahan gula merah kelapa sawit terbilang sederhana dan mudah tanpa perlu menggunakan teknologi modern dan canggih. Data BP3K mencatat, batang sawit yang sudah tumbang mampu menghasilkan air nira mencapai 5-10 liter/hari/pohon selama 1–2 bulan atau sekitar 100–200 liter/pohon/bulan. Dalam 5 liter air nira batang sawit akan menghasilkan sebanyak 1 kg gula merah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BEP harga gula merah sawit berkisar Rp9.000–Rp10.000/kg dengan margin usaha yang dapat dihasilkan mencapai 10%. Penghasilan dari batang sawit yang sudah diolah menjadi gula merah mencapai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta/ha/bulan.
Pendapatan tersebut diperoleh dengan skema produksi 10 ha atau 20 ha lahan sawit (dilakukan secara berkelompok oleh pekebun untuk menghemat biaya investasi yang dikeluarkan dengan durasi waktu 10 bulan). Produksi nira sawit ini dapat dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam program PSR (peremajaan sawit rakyat) karena mampu mengoptimalkan pemanfaatan limbah batang sawit menjadi alternatif sumber pendapatan bagi pekebun selama pohon sawit dalam masa TBM (tanaman belum menghasilkan).
Pembentukan kelompok tani atau koperasi perlu difokuskan sebagai wadah bagi pekebun untuk mengoptimalkan potensi ekonomi produksi gula merah sawit dalam skala luas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: