Tolak Klaim China, Ini Arti Penting Nota Protes yang Dilayangkan Indonesia ke Beijing
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan sikap tegas terkait dengan pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan China di perairan Natuna, pekan lalu dengan mengirimkan nota protes kepada Beijing. Nota protes tersebut, Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah menolak klaim China atas ZEE di Natuna.
Menurut Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kementerian Luar Negeri, Damos Dumoli Agusman, nota protes yang diajukan berarti Indonesia bukan hanya sekedar pernyataan politik di atas kertas yang tidak ada gunanya, melainkan bentuk penggunaan hak hukum untuk menyatakan bantahan tegas (“persistent objection”) terhadap klaim dari negara lain.
“Dengan menggunakan hak ini, maka Indonesia tidak akan terikat pada klaim itu, dan menghalangi klaim ini menjadi embryo dan berkonsolidasi menjadi norma,” demikian penjelasan dari Damos dalam akun Twitternya.
Baca Juga: Pemerintah Gak Tegas Usir Nelayan China di Natuna
Pengajuan nota protes adalah langkah penting karena jika Indonesia tidak menggunakan hak protesnya karena merasa nota itu tidak akan mengubah realitas, klaim tersebut bisa menjadi terkonsolidasi menjadi lebih kuat dan dapat menjadi norma yang mengikat Indonesia di kemudian hari.
Damos mengatakan bahwa kejadian seperti itu dalam hukum internasional disebut sebagai “acquisence” atau pengakuan diam-diam yang dampaknya lebih berbahaya bagi Indonesia.
Dalam pernyataan yang disampaikan pada 1 Januari 2020, Kementerian Luar Negeri menegaskan kembali penolakan terhadap klaim China atas ZEE Indonesia (ZEEI).
“Klaim historis RRC atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982. Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah “relevant waters” yang diklaim oleh RRC karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” demikian isi penolakan itu, menggunakan nama Republik Rakyat Tiongkok (RRT), merujuk pada China.
Dalam pernyataan itu Kementerian Luar Negeri juga mendesak China menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas terkait klaimnya di ZEEI.
“Berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia tidak memiliki overlapping claim dengan RRT sehingga berpendapat tidak relevan adanya dialog apa pun tentang delimitasi batas maritim.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: