Ada kemungkinan serangan sudah direncanakan sebelum AS membunuh Soleimani. AS menyangkal ada kenaikan aktivitas ISIS.
"Mereka belum mengambil keuntungan dari itu, sejauh yang kami lihat," kata utusan Departemen Luar Negeri AS untuk koalisi internasional yang memerangi ISIS, James Jeffrey.
Baca Juga: NATO: Turki Punya Peran Penting untuk Lawan ISIS
Juru bicara pasukan Kurdi Suriah Mervan Qamishlo mengatakan serangan ISIS semakin intensif sejak Oktober, ketika Turki mulai menggelar operasi militer terhadap pasukan Kurdi di utara Suriah. ISIS jelas mendapatkan ruang bernapas setelah pembunuhan Soleimani.
Hal itu mendorong Iran dan AS perang terbuka dan membuat pemerintah dan rakyat Irak marah sebab pembunuhan tersebut telah melanggar kedaulatan mereka. Pada 5 Januari lalu parlemen Irak meminta 5.200 pasukan AS di negara itu segera ditarik mundur. Pasukan AS sudah berada di Irak sejak 2014. Mereka melatih pasukan Irak dan membantu mereka memerangi ISIS.
Menurut Suleiman Ali, ketegangan antara AS dan Iran membantu ketua ISIS yang baru Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi memperkuat cengkeramannya. Setelah Abu Bakar al-Baghdadi tewas di Suriah pada Oktober lalu, Al-Qurayshi menjadi pemimpin baru ISIS.
"Di hari pertama bentrokan Amerika-Iran dimulai, ISIS mengintensifkan serangan," kata kepala organisasi kemanusiaan Syrian Observatory for Human Rights, Rami Aburrahman.
Pada 14 Januari ISIS melancarkan serangan dari Suriah sampai Irak. Mereka membunuh pejabat Irak. Satu hari kemudian anggota ISIS menyerang pasukan Irak di pusat wilayah Salaheddine. Serangan tersebut menewaskan dua orang pasukan dan melukai lima orang lainnya. Dua hari kemudian petinggi intelijen Irak terbunuh dalam serangan bom mobil di utara Baghdad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti