"Penyidik menyita aset-asetnya (PT GBU), tambangnya, mobilnya, mesinnya. Tetapi penyidik memperhitungkan operasional dan para pekerja. Oleh karenanya operasional di perusahaan itu masih bekerja (meski dalam status sita)," jelas Febri.
Akan tetapi, ia menerangkan, PT GBU akan menjadi salah satu barang bukti yang akan diajukan Kejakgung saat pengadilan para tersangka Jiwasraya. Rencananya, kata dia, barang bukti tersebut akan dimasukkan ke dalam rencana penuntutan untuk dirampas oleh negara sebagai ganti kerugian negara atas dugaan korupsi di Jiwasraya. Perampasan oleh negara mengharuskan keputusan pengadilan atas sangkaan yang dituduhkan terhadap tersangka.
Heru Hidayat, salah satu tersangka dalam penyidikan kasus Jiwasraya. Selain dia, Kejakgung juga menetapkan dua tersangka dari kalangan pebisnis saham, yakni Benny Tjokrosaputro dari PT Hanson Internasional (MYRX) dan Joko Hartono Tirto dari PT Maxima Integra (MIG). Tersangka lainnya, yakni para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Syahmirwan, dan Harry Prasetyo. Keenam tersangka tersebut, kini dalam tahanan.
Kejakgung menjerat keenam tersangak itu dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor 20/2001. Namun Kejakgung menebalkan sangkaan tambahan terhadap Heru Hidayat dan Benny Tjokro dengan UU TPPU.
Selain menyita aset berharga milik Heru, Kejakgung juga menyita banyak aset properti milik tersangka Benny Tjokro. Seperti 93 uni apartemen di Tower South Hills, di Jakarta Selatan (Jaksel).
Kejakgung juga melakukan blokir terhadap 156 titik tanah milik Benny Tjokro di Lebak, dan Tangerang, Banten. Pekan lalu, Kejakgung juga melakukan blokir terhadap tujuh titik aset tak bergerak milik Benny Tjokro yang berada di Parung Panjang, Bogor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti