Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

CPO Indonesia Miliki Keunggulan Komparatif, Tapi Kok?

CPO Indonesia Miliki Keunggulan Komparatif, Tapi Kok? Pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara, Aceh, Kamis (26/10). Para pekerja manyoritas kaum perempuan mengaku, dalam sehari mereka mampu memisahkan dan merontokkan biji kelapa sawit sebanyak 250 kilogram dengan upah Rp200 per kilogram atau menerima upah Rp.50 ribu perhari. | Kredit Foto: Antara/Rahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sudah bukan hal yang baru, Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia yang menjadikan CPO sebagai komponen penting bagi ketahanan pangan domestik dan negara-negara importir.

Data Gapki mencatat total produksi CPO Indonesia selama 2019 mencapai 51,8 juta ton dengan 36,17 juta ton atau sekitar 70% dari total produksi tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan global.

Diikuti Malaysia, berdasarkan data MPOB diketahui bahwa produksi CPO Malaysia pada 2019 yakni sebanyak 19,86 juta ton dengan 93% atau sekitar 18,5 juta ton dari total produksi tersebut di ekspor ke India, Uni Eropa, China, dan Pakistan.

Baca Juga: Harga CPO & TBS: Berhentilah Corona!

Pertumbuhan produksi CPO Indonesia selama lima tahun terakhir mencapai 66,5% dan merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Kolombia sebagai negara produsen minyak sawit.

Ekspor CPO Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang pesat hingga 37% dibandingkan Malaysia yang hanya 5,9% pada periode 2015–2019 lalu. Pertumbuhan ekspor tersebut menyiratkan bahwa kinerja ekspor dan kemampuan bersaing CPO Indonesia di pasar internasional sudah cukup baik dibandingkan negara-negara produsen lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Indonesia sebagai eksportir utama CPO dunia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan Malaysia dan Thailand. Terdapat beberapa faktor yang mendukung keunggulan komparatif Indonesia dalam perdagangan internasional.

Pertama, tersedianya lahan kelapa sawit yang luas dan tersebar di wilayah Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dengan kondisi iklim yang sangat potensial. Kedua, ketersediaan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam jumlah banyak dan dengan upah yang rendah.

Ketiga, rendahnya biaya input yang dibutuhkan untuk memproduksi sawit serta tersedianya bahan baku dan bahan pendukung yang mudah ditemukan di dalam negeri. Keempat, tersedianya industri sarana dan prasarana produksi terkait seperti industri benih, pupuk hingga industri hilir dalam kegiatan usaha tani kelapa sawit.

Meskipun demikian, masih terdapat kendala yang dihadapi produsen CPO Indonesia di antaranya nilai minyak sawit Indonesia yang masih rendah serta produktivitas perkebunan kelapa sawit yang belum optimal. Indonesia menjadi eksportir CPO terbesar dunia karena hanya sedikit produk turunan CPO yang dapat diolah di dalam negeri, padahal derivat produk CPO sangat beraneka ragam.

Baca Juga: Astra Agro Lestari Manfaatkan AI Kelola Perkebunan Sawit

Indonesia hanya mampu mengolah CPO menjadi produk turunan sebesar 60% dari total produksi dan mengekspor 40% minyak sawit dalam bentuk mentah. Berbanding terbalik dengan kondisi tersebut, Malaysia telah mampu mengekspor produk turunan CPO sebesar 82,5% dan sisanya diekspor dalam bentuk mentah.

Produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan akan mencapai puncaknya pada saat tanaman berumur 13 tahun. Produktivitas CPO rata-rata nasional hanya 3,4 ton per ha, yang mana angka ini sangat rendah dibandingkan potensi produksi tanaman kelapa sawit unggul yang mampu mencapai 7–10 ton per ha.

Hal ini terjadi diduga akibat penggunaan benih palsu atau ilegitimasi serta kurang optimalnya sistem pemupukan oleh pekebun sawit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: