Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi justru menilai meskipun pidato Megawati itu disampaikan di internal PDIP, tapi ada nuansa objektivitas atas kondisi dinasti politik yang makin merusak regenerasi politik di tingkat lokal.
"Ada kejengkelan yang meluap-luap karena fenomena dinasti politik ini tidak saja merugikan partai, tapi juga pemilih karena upaya kontestasi elektoral coba dikerucutkan, disimplifikasikan ke urusan keluarga," kata Burhanuddin.
Kadangkala, kata Burhan, model dinasti politik yang dimaksud bukan hanya ada di satu partai politik. Karena memiliki dinasti politik kuat, cenderung dinasti politik predatorik atau yang menempatkan dinastinya di sejumlah partai.
Baca Juga: Demokrat Minta Megawati Ngaca
"Contohnya, bapaknya ketua PDIP, anaknya ditaruh di Demokrat, ada contohnya, di Lebak. Yang lain di Golkar, PPP. Nah ini menjengkelkan," ujarnya.
Namun demikian, Burhan menganalisis jika ditarik lebih spesifik implikasi politik dari pidato Megawati, yakni ketika Megawati menyentil 'Kalau punya anak tidak siap, jangan dipaksakan di Pemilu 2024', seketika orang akan mengarah pada sosok SBY.
"Oh bulan Mei ini akan ada kongres nih, partai besar, yang kebetulan (jabatan ketua umumnya) diperebutkan oleh dua anak dari ketua umum, kan orang enggak bisa disalahkan juga (punya tafsir demikian)," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti