Kholid menuturkan, pemerintah harus belajar dari pengalaman ketika subsidi bahan bakar minyak untuk industri dilakukan sebelum tahun 2005. Dengan berkurangnya kemampuan negara untuk menanggung beban subsidi karena defisit neraca yang besar, pada akhirnya kebijakan tersebut di cabut. Pada era itu pengembangan infrastruktur gas tidak masif karena dari segi harga di titik konsumen tidak kompetitif dengan harga bahan bakar minyak.
Saat ini ketika defisit neraca APBN mencapai Rp 370 triliun dan posisi harga jual gas bumi rata-rata dilokasi pelanggan sekitar USD 9/mmbtu, dimana harga HSD Industri dikisaran USD 27/MMBTU, maka sebenarnya Perpres 40/2016 yang mengatur harga gas di well head USD 6/mmbtu sudah tepat tanpa harus menggesernya untuk menjadi harga yang berlaku di titik konsumen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil