Sejak penyebaran pandemi virus corona (Covid-19), makin banyak orang yang memutuskan tinggal di rumah, melakukan semuanya di rumah, termasuk bekerja (work from home/WFH). Untuk memenuhi hunian yang mendukung fasilitas kerja, co-living menjadi pilihan para pekerja.
Fakta di lapangan, para pekerja, terutama di Jakarta, adalah pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan anjuran bekerja di rumah, artinya para pekerja bekerja di indekos atau apartemen mereka. Sebab pulang ke kampung halaman juga tidak memungkinkan karena adanya anjuran untuk tidak mudik. Selain itu, pekerja juga dituntut harus selalu siap jika sewaktu-waktu harus datang ke kantor.
Flokq, salah satu operator co-living, hunian yang bisa digunakan bersama-sama, menyebut, berdasarkan data Pemerintah DKI Jakarta, dari keseluruhan pekerja berusia dewasa yang berdomisili di Jakarta, 2 juta di antaranya masih berstatus lajang.
Baca Juga: Biar Kantong Tak Jebol, Begini Tips WFH dari Financial Planner
Beberapa masalah yang dialami oleh para pekerja lajang lantaran tinggal sendirian di indekos, mereka mulai mengalami konsekuensi dari isolasi diri, seperti bosan, fasilitas yang tidak memadai, dan lingkungan indekos yang tidak mendukung suasana kerja.
Rizal, salah satu penghuni indekos berbicara dengan Flokq, mengaku merasa tidak aman ketika harus mencari makanan sehari-hari di Warteg terdekat, yang berarti memaparkan diri dengan lingkungan yang penuh orang.
Layanan pengiriman makanan pun tidak bisa dibilang murah, sedangkan memasak di dapur umum indekos terbilang tidak nyaman ataupun higienis, sehingga memaksa Rizal terus membeli makanan di luar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: