Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PSBB Dibumbui Ego Para Menteri, Jangan Harap Covid-19 Hengkang dari Bumi RI!

PSBB Dibumbui Ego Para Menteri, Jangan Harap Covid-19 Hengkang dari Bumi RI! Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (22/3/2020). Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke kisaran 4,2 persen sampai 4,6 persen pada tahun ini akibat pandemi virus Corona atau COVID-19. | Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta hari ini memasuki hari ketujuh sejak diterapkan Jumat (10/4/2020) lalu. Sampai pagi tadi lalu lintas jalan belum berubah. Di beberapa tempat masih ramai.

Penumpang KRL pagi ini dari semua jurusan memang menurun dibanding kemarin, tetapi masih ramai bahkan berdempetan di dalam KRL Jabodetabek. Pengaturan jarak masih belum efektif.

Kemarin (15/4/2020), penumpang yang tap in di gate masuk seluruh stasiun yang ada hingga pukul 08.00 pagi berjumlah 64.649 orang. Pagi ini (16/4/2020) sebanyak 53.284 orang. Ada penurunan, tetapi masih padat untuk implementasi kebijakan PSBB.

Baca Juga: Ego Sentris Luhut vs Terawan Mencuat, Demokrat: Presiden Saatnya Turun Tangan

Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen, menilai PSBB DKI Jakarta terancam gagal. Biang kerok penyebab kegagalan PSBB, kata Agus, ialah ambiguitas peraturan yang diterbitkan oleh para menteri Presiden Jokowi.

"Munculnya dualisme kebijakan di tingkat peraturan menteri sudah membingungkan publik dan pelaksana lapangan, termasuk pemerintah daerah," paparnya melalui keterangan tertulisnya kepada redaksi Warta Ekonomi, Kamis (16/4/2020).

Sebelumnya, muncul regulasi Permenkes 9/2020 dan Permenhub 33/2020 yang saling bertentangan hingga membingungkan publik.

Tak sampai di situ, ambiguitas kebijakan pemerintah bertambah rumit lagi setelah muncul Surat Edaran (SE) Menperin 4/2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-2019. Akibatnya, banyak pabrik dan industri, termasuk 200 industri non-esensial, tetap beroperasi selama PSBB diterapkan.

Agus kemudian menyindir pemerintah, "Bagaimana PSBB mau berhasil?"

"Ambigunya peraturan perundangan pemerintah berakibat semua pihak saling menyalahkan, publik bingung, tingkat ODP-PDP-Meninggal terus bertambah di zona merah, khususnya," tegasnya.

Anehnya, kata Agus, yang kena getahnya sektor transportasi, khususnya KRL Jabodetabek. Sektor ini dijadikan kambing hitam atas kegagalan sistem regulasi PSBB. Padahal kepadatan penumpang hingga ratusan ribu di peak hour ialah akibat dari sektor lain yang tak berhenti beroperasi.

"Bagaimana Pemprov DKI Jakarta akan mengenakan sanksi untuk menutup industri jika industri tersebut masih beroperasi karena ada izin dari Menperin. Jangan salahkan KRL Jabodetabek di sektor hilir jika sektor hulunya masih beroperasi," cetus Agus.

Baca Juga: Teori Konspirasi: China Ciptakan Covid-19 untuk Saingi AS

Terakhir, ia mengingatkan jika pemerintah masih terus membuat aturan dan kebijakan yang ambigu serta saling bertabrakan disertai dengan begitu banyak pasal pengecualian, PSBB tidak akan pernah berhasil dalam menekan jumlah Covid-19.

Sambungnya, "Itu sebabnya sampai hari ini mayoritas pemerintah daerah belum mengajukan PSBB ke Kemenkes. Tanpa sanksi penegakan hukum dan banyaknya pasal pengecualian, jangan harap Covid-19 hengkang dari bumi Indonesia."

"Apa sebaiknya penanganan Covid-19 ini tidak perlu diatur saja karena terlalu banyak kecuali... kecuali... di berbagai kebijakan kementerian?" tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: