Cuma 3 Bulan, Pakar Atom Yakini Iran Mampu Ciptakan Senjata Nuklir yang Jadi Masalah Internasional
Seorang pakar atom memperingatkan dunia bahwa Iran memiliki komponen dan uranium yang diperkaya dalam jumlah yang cukup untuk membuat bom nuklir dalam waktu tiga bulan.
Rezim para Mullah sejatinya terikat kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015, yang mana negara itu harus mengekang kegiatan program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Baca Juga: Gawat!! Rahasia Rudal Nuklir AS Bocor ke Tangan Rusia
Namun, pada tahun lalu Teheran mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi mematuhi perjanjian itu setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari JCPOA pada 2018. Selain Teheran dan Washington, JCPOA diteken oleh Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China.
Dr Olli Heinonen, mantan wakil direktur jenderal Asosiasi Energi Atom Internasional (IAEA), percaya Iran memiliki komponen yang cukup untuk membuat senjata nuklir. Menurutnya, Teheran telah meningkatkan jumlah sentrifugal untuk membuat senjata atom.
Pakar atom tersebut menyampaikan argumennya saat berbicara dalam konferensi Dewan Nasional Perlawanan Iran.
"Iran tidak hanya meningkatkan jumlah sentrifugalnya, tetapi menghasilkan sekitar satu ton low-enriched uranium, yang diperkaya hingga 4,5 persen, katanya.
"Jumlah ini sebenarnya cukup untuk membuat satu perangkat nuklir jika Iran ingin memperkaya lebih jauh ke level 90 persen," ujarnya.
"Pada saat yang sama, Iran telah menginstal sentrifugal tambahan dan sedang menguji model sentrifugal baru," paparnya.
"Jika 2.000 sentrifugal dipasang kembali, itu akan menggandakan kapasitas pengayaan Iran," imbuh dia.
"Itu akan membawa waktu breakout, waktu yang diperlukan untuk menghasilkan uranium yang sangat diperkaya untuk senjata nuklir —mungkin hanya dua atau tiga bulan," katanya, seperti dikutip Express.co.uk, Minggu (7/6/2020).
"Ini tentu saja menjadi masalah bagi komunitas internasional."
Dia percaya bahwa Iran telah gigih dalam melanggar ketentuan JCPOA dan Perjanjian Non-Proliferasi.
"Saya memiliki kesempatan untuk mempelajari arsip atom yang ditemukan pada 2018. Itu mengindikasikan bahwa Iran belum benar-benar membongkar penelitian dan pengembangan terkait senjata nuklirnya. Mengapa? Iran tidak memberikan akses atau penjelasan," katanya.
"Iran tidak hanya tidak mematuhi perjanjian perlindungan komprehensifnya sendiri, yang disimpulkan di bawah Perjanjian Non-Proliferasi, tetapi kemungkinan besar telah mendeklarasikan uranium yang dimilikinya," ujarnya.
John Rood, mantan pejabat Kementerian Pertahanan AS untuk kebijakan, mengatakan: "Saya terus khawatir tentang potensi konflik yang muncul dengan Iran."
“Konflik berintensitas rendah antara Amerika Serikat dan milisi yang didukung Iran memanas pada bulan Januari ketika AS melakukan serangan yang menewaskan pemimpin Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Qassem Soleimani," katanya.
“Iran membalas dengan meluncurkan rudal ke pangkalan AS di Irak, melukai 110 tentara AS.
"Pertukaran (serangan) ini hanyalah puncak dari serangan skala kecil dan pembalasan (terhadap) AS yang telah membawa AS dan Iran ke jurang konflik skala besar."
Pemerintah Iran belum berkometar atas klaim pakar atom tersebut. Namun, pemerintah negara itu telah berulang kali membantah memiliki rencana membuat bom atom. Mereka menegaskan bahwa program nuklirnya untuk tujuan damai.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: