"Sama, vaksin dan obat avian flu pun butuh waktu lama untuk ditemukan," imbuhnya.
Dengan kebijakan lockdwown ataupun PSBB sudah dipastikan berpengaruh besar terhadap aktivitas perekonomian negara, dimana komsumsi menurun, produktivitas menurun, investasi menurun, sehingga menyebabkan kekacauan pasar keuangan. Serta pemerintah harus menambah anggaran pengeluaran untuk menjamin kebutuhan masyarakat akibat dampat lockdown dan PSBB.
"China memainkan penyebaran virus corona dengan mengunakan strategi playing victim, yaitu teknik memposisikan diri sebagai korban atau orang yang terluka demi mengelabui musuh dan lingkungan," ujarnya.
Lanjut dia, taktik tersebut ditulis oleh Sun Tzu, yang berbunyi: "Lukai diri sendiri untuk mendapatkan kepercayaan musuh. Masuk pada jebakan dan jadilah umpan. Berpura-pura terluka akan mengakibatkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, musuh akan bersantai sejenak oleh karena dia tidak melihat anda sebagai sebuah ancaman serius. Yang kedua adalah jalan untuk menjilat musuh anda dengan berpura-pura luka oleh sebab musuh merasa aman.
"Nah, sekarang sudah jelas dimana China sengaja melakukan strategi tersebut untuk mendominasi kekuasaan perekonomian dunia, dan melawan Amerika Serikat," ungkap Arief Poyuono.
Karena itu, Indonesia disarankan jangan sampai terjebak dengan propaganda China yang memainkan strategi playing victim dengan terus merasa ketakutan dengan pandemik Covid-19, dan melakukan kebijakan PSBB. Karena itu, peraturan pemerintah tentang PSBB harus dicabut dan segera berlakukan new normal.
Seperti rakyat kecil yang tidak takut dan masa bodo dengan Covid-19 dalam mencari nafkah. Lihat sana di Jakarta dan kota lain PSBB dilakukan, tapi mereka tetap mencari penghidupan. "Ketakutan harus terhadap Covid-19 dan tetapi dampak ketakutan yang telah menyebabkan kehancuran ekonomi bukan berarti kita tidak waspada, dan pakai nalar membaca situasi perang ekonomi China dengan Amerika Serikat," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil