Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPJS Kesehatan Jadi Inisiator Studi Lintas Negara Anggota ISSA

BPJS Kesehatan Jadi Inisiator Studi Lintas Negara Anggota ISSA Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019). Pemerintah akan menerapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2020 terhadap peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni dari sebelumnya Rp80.000 menjadi Rp160.000 untuk kelas I dan dari sebelumnya Rp51.000 menjadi Rp110.000 untuk kelas II. | Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berdampak pada peningkatan kohesi sosial dan inklusi sosial karena terdapat penurunan angka ketimpangan masyarakat.

Keberhasilan ini menjadikan Indonesia sebagai inisiator bagi negara lain yang akan mulai mengukur hal tersebut melalui pengelolaan program jaminan sosial kesehatan di masing-masing negara.

Demikian disampaikan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris saat memimpin Komisi Kesehatan dalam 14th Technical Commission on Medical Care and Sickness Insurance, yang digelar International Social Security Association (ISSA), Rabu (10/6/2020). Komisi Kesehatan ISSA (TC Health) terdiri dari Algeria, Argentina, Belgia, Perancis, Gabon, Georgia, Hungaria, Indonesia, Iran, Kazakhstan, Korea, Peru, Rusia, Rwanda, Turki, dan Uruguay.

Baca Juga: BPJS Naik, Rektor UIC: Rakyat Marah, Mereka Nuntut

Dalam pertemuan tersebut, Fachmi memaparkan terjadi peningkatan kohesi sosial dan inklusi sosial di masyarakat karena penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan di Indonesia berhasil menekan angka ketimpangan masyarakat.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) dan BPJS Kesehatan tahun 2017 mengkaji pada 2015, keberadaan Program JKN-KIS dapat menekan koefisien GINI dari 0,395 menjadi 0,394. Kemudian pada 2016, keberadaan JKN-KIS menekan koefisien GINI dari 0,384 menuju 0,383.

Selain itu, pada 2016 keberadaan Program JKN-KIS telah menyelamatkan 1,16 juta orang dari kemiskinan. Tak hanya itu, Program JKN-KIS telah melindungi 14,5 juta orang miskin dari kondisi kemiskinan yang lebih parah.

"Selain memberi kontribusi pada penurunan ketimpangan dan mencegah orang jatuh miskin, dampak besar lainnya dari implementasi Program JKN-KIS adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia karena menjadi lebih sehat. Kondisi ini mendorong peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia jangka panjang," urai Fachmi.

Fachmi menambahkan realitas yang terjadi dalam pengelolaan Program JKN-KIS di Indonesia dapat menjadi acuan negara lain bahwa pentingnya keberpihakan sebuah negara untuk memberikan jaminan pengaman sosial, termasuk kesehatan.

Apalagi saat ini, situasi dunia tengah berada dalam status pandemi yang cenderung memporak-porandakan kondisi ekonomi global dan tidak menutup akan memperlebar angka ketimpangan.

"Dalam kondisi pandemi saat ini penting memastikan cakupan jaminan sosial kesehatan untuk akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Setiap negara harus memastikan bagaimana aspek keberlangsungan finansial program jaminan sosial, khususnya kesehatan serta memastikan angka cakupan kepesertaan. Hal mendesak mengingat terdapat kerentanan populasi secara global di tingkat ekonomi akibat peningkatan angka pengangguran," kata Fachmi.

Dalam kesempatan tersebut Fachmi juga memaparkan apa saja yang menjadi program kerja TC Health selama periode 2020-2022 dengan prioritas tema pada fenomena ageing population, tantangan perluasan cakupan jaminan sosial dan kompilasi studi terkait hubungan antara Universal Health Coverage (UHC) dan peningkatan kohesi sosial dan inklusi sosial.

Atas kajian tersebut, pada 14th Technical Commission on Medical Care and Sickness Insurance, 16 negara juga bersepakat memilih Indonesia sebagai acuan pada studi peran Program JKN-KIS terhadap peningkatan kohesi sosial yang diukur melalui penurunan gini ratio, sehingga negara lain dapat memulai riset tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: