Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Stimulus Covid-19 Tambah Gemuk, Porsi Kesehatan Harus Jauh Lebih Besar

Stimulus Covid-19 Tambah Gemuk, Porsi Kesehatan Harus Jauh Lebih Besar Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah telah menambahkan paket stimulus Covid-19 sebesar Rp677,2 triliun. Rp589,65 triliun akan dialokasikan pada pemulihan ekonomi, sedangkan Rp87,55 triliun akan dialokasikan untuk perbaikan sistem kesehatan.

Pemberian stimulus merupakan bentuk insentif pemerintah untuk kembali menggeliatkan perekonomian. Namun, terbatasnya anggaran perlu disikapi dengan penggunaan yang tepat sasaran melalui analisis risiko.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, dalam kondisi pemerintah yang belum mampu mendapatkan dana tambahan untuk hadapi krisis, pemerintah harus prioritaskan alokasi dana stimulus menggunakan analisis risiko. Saat ini, Ira berpendapat bahwa analisis risiko belum dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah.

Baca Juga: Buset! Biaya Perawatan Covid-19 di RS Swasta Tembus Rp70 Juta

"Analisis risiko merupakan metode yang menganalisis riski terkait dengan bahaya yang mungkin terjadi dari sebuah intervensi," ujarnya di Jakarta, Kamis (11/6/2020).

Terdapat lima langkah dasar risiko, yaitu mengidentifikasi bahaya apa saja yang mungkin terjadi, antara lain identifikasi dan analisis siapa kelompok atau sektor yang mungkin dirugikan dan melalui apa, menilai risiko dan melakukan tindakan yang dibutuhkan, membuat catatan analisa risiko-risiko yang teridentifikasi dan meninjau penilaian risiko, misalnya mengurutkan dari risiko tertinggi.

Ira menjelaskan bahwa analisis risiko dapat memetakan sektor dengan risiko krisis besar, termasuk kelompok masyarakat mana yang membutuhkan anggaran lebih penting. Menilik kebijakan pemerintah, Ira menilai anggaran kesehatan harus diberikan lebih besar karena risikonya saat ini paling tinggi.

"Saat ini, sektor kesehatan harus mendapatkan perhatian tertinggi karena mereka berada pada risiko tertinggi dibandingkan sektor atau kelompok lain. Proses penganggaran harus menimbang risiko tersebut, dampaknya pada pasar, dan juga masyarakat," jelas Ira.

Ia pun menambahkan, dalam melaksanakan paket stimulus sebuah krisis, analisis risiko yang dibutuhkan juga mencakup koordinasi, dampak spilloer, kelancaran transaksi hingga kebijakan fiskal setelah krisis.

Negara-negara maju sudah biasa menggunakannya, misalnya guidebook strategi untuk langkah-langkah stimulus yang dirilis oleh OECD. Saat ini, masyarakat prasejahtera, masyarakat dengan keterampilan terbatas, dan buruh yang dirumahkan, harus diberikan bantuan langsung tunai.

Bukan hanya saja karena BLT akan mereka langsung gunakan untuk konsumsi yang menggenjot perekonomian, tetapi juga mereka menghadapi risiko paling tinggi di tengah krisis.

Adapun pemerintah menyiapkan paket stimulus dengan tujuan untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi. Saat ini perekonomian Indonesia terancam menghadapi pertumbuhan negatif karena angka pengangguran dan kemiskinan diprediksi akan melonjak akibat menurunnya penawaran dan permintaan di pasar.

Bank Dunia memprediksi akan terjadi kontraksi ekonomi sebesar 3,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan Kementerian Keuangan memprediksi ekonomi akan negatif sebesar 0,4%. Hal ini menunjukkan performa perekonomian Indonesia yang turun dan mengakibatkan penurunan produksi nasional, yang biasa diukur oleh PDB.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: