Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Benarkah Indonesia Diuntungkan dari Perdagangan Bebas bersama Australia?

Benarkah Indonesia Diuntungkan dari Perdagangan Bebas bersama Australia? Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kedua kanan), Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds (kiri) dan Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne (kedua kiri) berbincang saat pertemuan bilateral di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (6/12/2019). Pertemuan bilateral di sela kegiatan Bali Democracy Forum ke-12 tersebut dilakukan untuk memperkuat kerja sama kedua negara. | Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf

Apakah sebenarnya Indonesia diuntungkan?

Menteri Perdagangan Indonesia, Agus Suparmanto mengatakan ratifikasi IA-CEPA berpotensi meningkatkan akses pasar Indonesia ke Australia.

"Diharapkan dengan meningkatnya akses pasar, otomatis, kita mengurai defisit juga, plus juga nanti ekspor akan kita tambah," kata Agus dalam pertemuan di Canberra (8/2/2020).

Namun Bhima Yudhistira, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) malah khawatir diberlakukannya IA-CEPA justru akan memperlebar defisit neraca perdagangan negara.

Menurutnya, ancaman kerugian bagi Indonesia yang mungkin terjadi datang dari sektor pertanian Australia yang selama tahun 2015-2019 merupakan penyumbang defisit terbesar, yaitu senilai US$3,2 miliar.

Padahal, melalui IA-CEPA, sektor pertanian Australia akan mendapatkan kemudahan dalam mengekspor produk ke Indonesia, berupa pemotongan hingga pembebasan tarif.

Sementara untuk Indonesia mengekspor ke Australia, Bhima berpendapat walaupun sudah ada perjanjian, akan relatif sulit bagi Indonesia untuk memasuki pasar negara maju tersebut.

"Argumentasi saya demografi dan kelas sosial di Australia … artinya dari sisi permintaan barang, mereka akan prefer [memilih] barang dengan kualitas yang lebih bagus atau high quality [kualitas tinggi]," kata Bhima.

Ia menilai dilihat dari kesiapan industri, termasuk teknologi yang dimiliki Indonesia, pangsa pasar ekspor sebenarnya bukan ke Australia.

"Demand [permintaan] untuk produk Indonesia sejauh ini adalah justru negara-negara yang pendapatannya di bawah Indonesia."

Walau menyadari keuntungan bagi Indonesia dalam hal transfer ilmu dan teknologi serta peluang ekspor komoditi di bidang produksi pertanian, Bhima merasa kemitraan dengan Australia dinilai kurang menguntungkan bagi Indonesia.

"Sebenarnya untuk pengembangan … [pertukaran teknologi dan pertukaran SDM untuk saling belajar], tanpa IA-CEPA bisa dilakukan dengan mekanisme-mekanisme yang ada sekarang," jelasnya.

Ia juga mengatakan jika kerja sama yang menitikberatkan pada perjanjian perdagangan ini nantinya malah akan berimbas pada defisit dalam negeri yang semakin melebar.

"Jadi itu tidak equal [setara] dibandingkan investasi ataupun pengembangan teknologi, misalkan untuk peternakan di Indonesia."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: