Dinamika perubahan global akibat pandemi Covid-19 perlu direspons secara cepat dan tepat. Tanpa reformulasi kebijakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai bisa mengalami perlambatan dan tertinggal oleh negara lain.
Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid, mengatakan, urgensi dari pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law adalah untuk merespons dinamika perubahan global. Melalui Omnibus Law, pemerintah hendak mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja.
Baca Juga: Perbaikan UMKM Lewat RUU Cipta Kerja Harus Ada Upaya Konkret
"Dengan pranata Omnibus Law, diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi di semua sektor melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan produktivitas. Jika Omnibus Law tidak dilakukan, lapangan pekerjaan akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif," kata Fahri, Rabu (1/7/2020).
Fahri mengatakan, salah satu manfaat penerapan Omnibus Law di Indonesia adalah menyelesaikan tumpang tindih regulasi hingga kondisi hiperregulasi. Berdasarkan catatan Fahri, saat ini ada 8.451 Peraturan Pusat dan 15.965 Peraturan Daerah.
"Skema Omnibus Law memang digunakan untuk kepentingan deregulasi demi menghindari tumpang tindih dan mewujudkan efisiensi dan implementasi kebijakan," kata Fahri.
Lebih lanjut, Fahri mengatakan bahwa Omnibus Law merupakan metode yang digunakan untuk mengganti atau mencabut ketentuan dalam undang-undang atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam undang-undang ke dalam satu undang-undang tematik. Dia menyebut, sejumlah negara sudah menggunakan Omnibus Law untuk memperbaiki regulasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan iklim investasi dan daya saing.
Karena itu, Fahri mendorong agar pembahasan di DPR dilakukan secara cermat dan teliti sehingga visi pembangunan nasional, khususnya pada sektor ekonomi, dapat berjalan dengan baik dan proporsional di bawah payung konsep hukum Omnibus Law. Sementara di sisi lain, keberadaan Omnibus Law tidak mengacaukan sistem hukum nasional yang sudah dibangun.
Fahri menegaskan, penerapan Omnibus Law sebagai suatu sistem perundang-undangan secara teknis akan berdampak pada dibatalkannya sekitar 79 undang-undang, baik pada pasal atau ayat tertentu. Karenanya, butuh kajian mendalam serta harmonisasi harus dilakukan secara cermat dan hati-hati agar tidak terjadi kekacauan hukum dalam penerapannya di lapangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: