Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sejarawan LIPI Bongkar Isu 'Komunisme dan PDIP'

Sejarawan LIPI Bongkar Isu 'Komunisme dan PDIP' Kredit Foto: Pirn.lipi.go.id
Warta Ekonomi, Jakarta -

Profesor Riset bidang Sejarah, Asvi Warman Adam, menyatakan, mencuatnya kembali isu Partai Komunis Indonesia (PKI) yang belakangan dikaitkan dengan PDI Perjuangan akibat dari kepentingan politik kekuasaan pemilu 2024.

Menurut Asvi, meski pemilu 2024 masih jauh, isu kebangkitan PKI diduga sengaja dimunculkan oleh kelompok yang menginginkan Orde Baru (Orba) kembali berkuasa di 2024. Dalam hal ini, PDIP menjadi pusat hantaman serangan isu komunisme karena dianggap akan menghambat agenda itu.

Baca Juga: Banyak Partai Balik Badan, PDIP Jadi Kambing Hitam RUU HIP

"Fenomena belakangan ini saya kira berkaitan dengan menghadapi tahun 2024 ketika akan ada pilpres. Ada pihak-pihak berkepentingan dihidupkan isu komunisme ini," kata Asvi dalam diskusi virtual bertema 'Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI' yang dipandu Sejarawan Bonnie Triyana, di Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Sejarawan yang bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menduga, kelompok yang menginginkan hal itu sama persis yang dilakukan pada masa rezim Suharto yang menjadikan isu komunis sebagai musuh bersama. Kelompok ini disebutnya 'berkongsi' dengan kelompok yang ingin menjaga eksistensi mereka untuk mendukung gerakan khilafah.

Maka tak mengherankan, di aksi pembakaran bendera PKI beberapa waktu lalu, yang membakarnya kelihatan juga memakai bendera dengan simbol yang dekat dengan bendera HTI.

"Mereka ingin memperlihatkan eksistensi sebenarnya, tetapi juga ingin menghancurkan PDIP. Mereka dengan sengaja ingin menggoyang masyarakat dengan berkata soal kebangkitan PKI," ucap pria kelahiran Buktitinggi, Sumatera Barat itu.

Padahal faktanya, komunisme itu sudah punah dengan adanya TAP MPRS yang isinya membubarkan PKI dan melarang ajaran komunisme, sudah berlaku sejak 1966 serta bertahan hingga saat ini.

Diingatkan oleh Asvi juga, di era Orba Soeharto, isu PKI dipertahankan untuk kepentingan Pemerintah dan rezim berkuasa dengan menghancurkan orang yang bersikap kritis. Isu PKI juga digunakan ketika hendak mengambil tanah rakyat dengan mudah.

"Maka di Orba, setiap jelang 30 September, pasti ada temuan bendera dan kaos PKI. Itu zaman Orba. Sekarang, makin rutin karena ada kelompok kepentingan yang mau angkat isu komunisme itu," kata Asvi.

Asvi melanjutkan, gerakan mereka makin menggema karena perkembangan teknologi informasi disertai kurangnya literasi masyarakat dalam menyaring bahan-bahan kampanye yang disebarkan. Informasi sangat mentah dan sumir itu sengaja disebarkan berulang dan terus menerus.

Hal itu kata dia, didukung pula oleh proyek Desoekarnoisasi yang dilaksanakan selama masa berkuasanya Orde Baru. Akumulasi semua hal itu juga yang terjadi dalam polemik pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

Bonnie lalu mempertanyakan narasi PDIP sebagai anti-Pancasila yang justru disampaikan pihak yang selama ini diragukan ke-Pancasila-annya. Menjawab itu, Asvi mengatakan sejak Reformasi 1998, makin terasa pentingnya meneguhkan Pancasila, bukan hanya sebagai dasar negara, melainkan juga pemersatu bangsa. Itulah pentingnya ada lembaga seperti BPIP.

Lebih lanjut Asvi mengatakan, ketika ada keinginan memperkuat status lembaga ini, penentangan muncul. Ada pihak tak ingin Pancasila lebih disosialisasikan karena anggapannya sudah final.

"Ini jelas tujuannya kembali membangkitkan Orba, kembali mengangkat Soeharto sebagai pahlawan penyelamat negara, yang ingin menjadikan komunisme musuh bersama, dan dalam rangka 2024. Salah satu yang mengganggu mereka adalah PDIP. Untuk menyerangnya, dikaitkanlah komunisme dan Soekarno. Mudah-mudahan rakyat lebih mudah memahami ini dan tak termakan hantu komunisme," pungkasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: