Usulan penjualan peralatan ini juga diklaim tidak akan mengubah keseimbangan militer di kawasan. "Tidak akan ada dampak buruk pada kesiapan pertahanan AS sebagai hasil dari usulan penjualan ini," tulis DSCA.
Jika rencana pembelian ini berjalan mulus, Indonesia akan menjadi negara ketiga di dunia yang mengoperasikan pesawat tersebut, selain AS dan Jepang. Pesawat yang dikembangkan oleh BellBoeing, perusahaan patungan (joint venture) antara Boeing dan Bell Helicopter Textron, itu merupakan pesawat yang unik dengan perpaduan antara helikopter dan pesawat terbang baling-baling.
Pesawat berteknologi tiltrotor ini dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal layaknya sebuah helikopter. Pesawat ini mampu mengangkut 24 personel, kargo internal 9 ton atau 6,8 ton kargo eksternal.
Selain dapat mengangkut penumpang dan barang muatan, pesawat berbobot 30 ton ini juga dapat menjalankan misi pencarian dan penyelamatan tempur, serta mendukung pengangkutan logistik armada dan menyediakan transportasi jarak jauh untuk operasi khusus.
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai Indonesia memang perlu pesawat dengan spesifikasi kemampuan angkut, penyelamatan, dan evakuasi semacam itu.
"Tapi, pesawat ini cukup mahal untuk dibeli di saat anggaran kita sedang perlu dialokasikan untuk hal-hal yang lebih prioritas dan kemampuan negosiasi kita masih buruk," ujar Fahmi kemarin.
Fahmi juga mengingatkan, pesawat itu dinilai kurang safety bagi penerbang dan penumpangnya. "Di Amerika sendiri, banyak opini negatif dari para pakar dan pemerhati penerbangan terkait Osprey ini," imbuh dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti