Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

508 Fintech Lending Ilegal, Berikut Karakteristiknya

508 Fintech Lending Ilegal, Berikut Karakteristiknya Adrian Gunadi, CEO Investree | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi Covid-19 rupanya membawa bisnis teknologi financial (fintech) pada permasalahan klasik yang makin berat. Model bisnis yang menyasar kelangan usaha kecil menengah (UKM) ini ternyata membuka peluang bagi fintech ilegal makin meraja lela.

Meskipun permasalahan fintech lending ilegal bukan suatu hal yang baru di Indonesia, peningkatan jumlah fintech lending ilegal selama pandemi Covid-19 masih mengkhawatirkan dan berpotensi merugikan para pelaku bisnis yang sedang kesulitan mempertahankan bisnisnya. Dari bulan Januari 2020 sampai Maret 2020, Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali melaporkan bahwa ditemukan sekitar 508 fintech lending yang beroperasi tanpa izin dari OJK. Berdasarkan SWI, kerugian masyarakat yang disebabkan oleh investasi dan pendanaan ilegal yang di dalamnya termasuk fintech lending ilegal mencapai Rp92 triliun sepanjang 10 tahun terakhir.

Baca Juga: SWI Temukan 105 Fintech dan 99 Entitas Ilegal

Co-Founder & CEO Investree sekaligus Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI), Adrian Gunadi, mengatakan bahwa keberadaan fintech lending ilegal di Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Bisnis berperan penting dalam perekonomian negara–mereka menggerakkan roda perekonomian. Di Indonesia, UKM memiliki peran yang sangat besar karena mereka menyerap tenaga kerja dan berkontribusi dalam menumbuhkan perekonomian negara melalui produksi berbagai barang dan jasa, serta inovasi bagi masyarakat.

"Dalam hal ini, keberadaan perusahaan fintech lending ilegal tentu menghambat pertumbuhan UKM-UKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara," ujar Adrian.

Terlebih di tengah pandemi yang masih berlangsung ini, para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia perlu mengantisipasi jumlah fintech lending ilegal yang sedang meningkat. Investree sebagai pionir fintech lending di Indonesia ingin membagikan tips dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu membedakan antara fintech lending ilegal dengan platform fintech lending yang aman dan terpercaya.

Agar tidak terjebak, berikut adalah beberapa karakteristik fintech lending ilegal:

1) Tidak memiliki surat izin resmi dari OJK untuk beroperasi. Menghadapi situasi saat ini, OJK memutuskan untuk menghentikan sementara pemberian izin bagi perusahaan teknologi finansial. Saat ini, ada 33 perusahaan fintech lending yang memiliki izin resmi untuk beroperasi. Dalam hal ini, izin yang dikeluarkan oleh OJK ini dapat menjadi salah satu indikator kuat untuk membuktikan jika perusahaan fintech lending resmi atau ilegal.

2) Tidak terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI). AFPI adalah asosiasi resmi yang ditunjuk oleh OJK untuk mengawasi dan mengarahkan setiap kegiatan penyelenggaraan layanan fintech lending. Pembentukan AFPI dilakukan untuk memberi perlindungan bagi para pengguna layanan fintech lending, baik pemberi dana maupun peminjam dana. Sebelum mengajukan pinjaman atau melakukan pendanaan, masyarakat perlu memeriksa apakah fintech lending tersebut sudah menjadi anggota AFPI melalui situs resmi AFPI di www.afpi.co.id.

3) Tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas. Untuk sebuah perusahaan dapat beroperasi dengan baik, mereka membutuhkan identitas dan alamat kantor yang jelas. Hal ini wajib diinformasikan agar pihak regulator, dalam hal ini OJK, bisa mengawasi perusahaan tersebut.

4) Persetujuan pinjaman terlalu mudah. Perusahaan fintech lending yang beroperasi sesuai dengan aturan yang berlaku akan memiliki sistem dan strategi mitigasi risiko tersendiri untuk memastikan kepastian pembayaran setiap pinjaman. Jika pengajuan pinjaman terlalu mudah disetujui, pelaku usaha perlu curiga dan mencari tahu lebih banyak mengenai perusahaan tersebut. Di Investree sendiri, sebelum produk pinjaman ditawarkan di marketplace, setiap pinjaman yang diajukan telah diseleksi menggunakan sistem credit scoring yang modern. Jadi, setiap pinjaman yang disetujui aman baik bagi Lender maupun Borrower.

5) Informasi terkait aktivitas pinjam meminjam tidak jelas. Perusahaan fintech lending yang terpercaya wajib memberikan informasi terkait syarat dan ketentuan pinjam meminjam dengan jelas dan terbuka, termasuk di dalamnya bunga, penalti/denda, dan risiko mendanai. Fintech lending yang berizin dan diawasi seperti Investree selalu mencantumkan informasi lengkap terkait aktivitas pinjam meminjam bagi para Lender dan Borrower melalui situs resmi (www.investree.id)  dan aplikasi mobile (Investree for Lender).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: